Industri film dan televisi di Mesir diperkirakan akan menghadapi pembatasan lebih ketat setelah Presiden Abdel Fattah Al-Sisi mengkritik tayangan Ramadan tahun ini karena dinilai memberikan gambaran negatif tentang masyarakat Mesir. Menanggapi pernyataan tersebut, Perdana Menteri Mostafa Madbouly mengumumkan pembentukan komite yang akan mengawasi produksi drama agar sejalan dengan visi presiden.
Dalam acara buka puasa tahunan militer pada Senin lalu, Al-Sisi mengecam penggunaan humor yang dianggap tidak sopan serta penggambaran kekerasan di televisi Mesir, yang menurutnya tidak mencerminkan nilai-nilai budaya setempat. Meski tidak menyebutkan judul tertentu, ia menyoroti Qatayef—program YouTube bertema pengembangan diri dan isu keagamaan—sebagai contoh ideal untuk produksi masa depan.
Beberapa serial tahun ini menuai kontroversi. Lembaga Al Azhar bahkan mengeluarkan fatwa yang melarang tayangan Muawiya, produksi jaringan MBC dari Arab Saudi, karena dianggap menampilkan tokoh sahabat Nabi secara tidak pantas. Sementara itu, Ish Ish, drama tentang seorang penari perut yang berjuang menghadapi tekanan hidup, mendapat kecaman dan seruan boikot sebelum tayang. Kehebohan ini memuncak ketika sutradara Ish Ish, Mohamed Sami, mengumumkan pengunduran dirinya dari industri dan kepergiannya dari Mesir.
Keputusan untuk mengontrol lebih ketat dunia hiburan menambah daftar panjang sensor di negara yang sudah memiliki regulasi media paling ketat di dunia. Industri pertelevisian di Mesir sendiri berada di bawah kendali intelijen negara melalui konglomerat media United Media Services, yang menguasai sebagian besar saluran berita dan produksi drama.
Sebagai tindak lanjut, Ketua Otoritas Media Nasional, Ahmed Al-Moslemany, mengungkapkan bahwa konvensi bertajuk Masa Depan Drama di Mesir akan digelar pada April. Acara ini akan membahas cara menekan gelombang kekerasan, kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, konflik sosial, bahasa kasar, serta perilaku menyimpang yang dianggap merusak nilai-nilai keluarga. Tokoh industri, psikolog, sosiolog, serta pakar politik dan ekonomi akan diundang untuk berpartisipasi.
Selain itu, Dewan Tertinggi Regulasi Media juga tengah menyusun laporan terkait konten yang ditayangkan di kanal Mesir dan Saudi. Sumber dari United Media Services menyebutkan bahwa perusahaan tersebut kini lebih berhati-hati dalam memproduksi konten agar tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah.