Sugoi! Manga One Piece Sukses Terbit dalam 10.000 Hari

Serial manga One Piece karya Eiichiro Oda kembali mencatatkan pencapaian luar biasa. Manga yang mengisahkan petualangan kru Topi Jerami ini tidak hanya menjadi salah satu seri paling ikonik di industri manga Jepang, tetapi juga mencapai tonggak sejarah besar bulan ini.

Lebih dari 10.000 Hari Terbit

Melalui akun resmi Eiichiro Oda, diumumkan bahwa One Piece telah diterbitkan selama lebih dari 10.000 hari. Jika dihitung, manga ini telah hadir di dunia selama 27 tahun, 4 bulan, dan 23 hari sejak pertama kali dirilis pada 22 Juli 1997 di majalah Shonen Jump milik Shueisha.

Dalam edisi perdana yang menampilkan chapter pertama One Piece, sejumlah manga populer lainnya juga sedang diterbitkan, seperti JoJo’s Bizarre Adventure yang kala itu merilis chapter 514 (‘White Album, Bagian 6’) dan Yu-Gi-Oh! yang menerbitkan chapter 42.

Perjalanan Awal Eiichiro Oda

Eiichiro Oda memulai karier mangaka-nya dengan menerbitkan manga one-shot berjudul Wanted! di usia 17 tahun. Karya ini berhasil memenangkan berbagai penghargaan dan mengantarkan Oda meraih posisi kedua dalam Penghargaan Tezuka, sebuah pencapaian besar bagi seorang mangaka muda.

Kesuksesan ini membuat Oda menjadi asisten Shinobu Kaitani dalam pengerjaan serial Suizan Police Gang. Pada usia 19 tahun, ia juga turut membantu menggarap Rurouni Kenshin bersama Nobuhiro Watsuki.

Sebelum One Piece, Oda menerbitkan cerita pendek berjudul Romance Dawn pada tahun 1996 di Akamaru Jump. Cerpen ini menjadi fondasi cerita yang kelak melahirkan karakter utama Monkey D. Luffy dan dunia bajak laut yang kini dikenal oleh penggemar di seluruh dunia.

Kesuksesan Tak Tertandingi

Sejak awal penerbitannya, One Piece langsung menarik perhatian dan dengan cepat menjadi fenomena global. Hingga kini, manga ini telah merilis 1.133 chapter yang diterbitkan dalam 110 volume. Pada tahun 2022, One Piece mencatatkan rekor sebagai manga terlaris sepanjang masa, dengan penjualan lebih dari 500 juta eksemplar di seluruh dunia.

Tak hanya itu, One Piece juga termasuk dalam daftar seri manga terpanjang ke-20 yang pernah diterbitkan, sebuah pencapaian yang semakin mengukuhkan statusnya sebagai salah satu karya paling berpengaruh dalam sejarah manga.

Warisan Abadi One Piece

Selama hampir tiga dekade, One Piece telah menginspirasi generasi baru mangaka, memengaruhi budaya pop global, dan menciptakan komunitas penggemar yang terus berkembang. Pencapaian lebih dari 10.000 hari ini bukan hanya sekadar angka, tetapi juga bukti dedikasi Eiichiro Oda dalam menciptakan karya yang mampu melampaui batas waktu.

Sebagai salah satu dari Big Three Shonen Jump, One Piece terus membuktikan bahwa petualangan bajak laut Topi Jerami tidak hanya menarik tetapi juga abadi.

Film Indonesia yang Wajib Ditonton di 2025: Daftar Penuh Kejutan!

Joko Anwar dan Tia Hasibuan, pendiri rumah produksi Come and See Pictures, baru saja mengungkapkan kabar menggembirakan untuk para pecinta film Indonesia. Studio mereka akan meluncurkan empat proyek film terbaru dengan genre yang sangat beragam, yang siap menghiasi layar lebar mulai tahun 2025 hingga 2026. Pengumuman ini dilakukan melalui media sosial resmi mereka pada 25 November 2024.

Salah satu film yang paling dinantikan adalah Pengepungan di Bukit Duri, sebuah karya dari Joko Anwar yang mengusung genre laga-thriller. Film ini mengangkat cerita tentang kehidupan siswa-siswa bermasalah di sebuah sekolah ‘buangan’ pada masa pergolakan Indonesia, yang sarat dengan ketegangan dan konflik. Pengepungan di Bukit Duri dijadwalkan tayang pada tahun 2025 dan akan dibintangi oleh sejumlah aktor berbakat seperti Morgan Oey, Omara Esteghlal, dan Hana Pitrashata Malasan.

Selain itu, ada Legenda Kelam Malin Kundang, sebuah film yang mengadaptasi legenda terkenal Indonesia ke dalam latar modern. Proyek ini akan digarap oleh duo sutradara Rafki Hidayat dan Kevin Rahardjo, dengan Joko Anwar yang kembali menulis naskahnya bersama Aline Djayasukmana. Meskipun belum ada detail lebih lanjut mengenai plot dan pemeran, film ini juga dijadwalkan tayang pada 2025.

Untuk penonton muda dan keluarga, Perkasa Seperti Air menjadi proyek istimewa dari Come and See Pictures. Film ini menandai gebrakan Joko Anwar dalam genre fantasi anak/keluarga. Dalam film ini, Joko Anwar juga bertindak sebagai penulis dan sutradara, membawa cerita yang bertema coming of age. Perkasa Seperti Air diperkirakan akan tayang pada 2026.

Terakhir, Joko Anwar kembali menyuguhkan film horor yang mengandung unsur komedi dengan judul Ghost in the Cell. Film ini bercerita tentang sekumpulan narapidana yang terjebak dalam ketakutan, dengan sentuhan humor yang membuatnya berbeda dari film horor lainnya. Meskipun jadwal rilisnya belum diumumkan, Ghost in the Cell diharapkan dapat menarik perhatian penggemar film horor yang mencari sesuatu yang baru.

Dengan berbagai genre dan tema menarik, Come and See Pictures siap menyuguhkan pengalaman menonton yang tak terlupakan dalam dua tahun ke depan. Para penonton di Indonesia dan dunia tentu sudah tidak sabar menantikan empat proyek besar ini.

Bulan Sutena dan Kiesha Alvaro Tampil Memukau dalam Film Petualangan Eva: Pendakian Terakhir

Film drama petualangan Eva: Pendakian Terakhir yang dibintangi oleh Bulan Sutena dan Kiesha Alvaro kini resmi tayang di seluruh bioskop Indonesia. Mengangkat kisah inspiratif tentang perjuangan seorang wanita muda bernama Eva, yang berusaha mencapai puncak gunung sebagai lambang perjalanan untuk menemukan jati diri serta pemulihan dari trauma yang membayangi hidupnya. Bulan Sutena berperan sebagai Eva, sementara Kiesha Alvaro memerankan karakter Ari, teman setia yang mendampinginya sepanjang perjalanan. Kekuatan kolaborasi mereka berhasil menciptakan dinamika yang memikat penonton.

Cerita Eva: Pendakian Terakhir berfokus pada Eva, seorang wanita muda yang merasa kehilangan arah setelah mengalami peristiwa yang mengubah hidupnya. Untuk sembuh dan menemukan kembali makna hidup, ia memilih untuk mendaki gunung yang menjadi simbol kebebasan dan pembaruan. Ari (diperankan oleh Kiesha Alvaro), seorang pendaki berpengalaman dengan rahasia tersendiri, menjadi teman perjalanan Eva. Di sepanjang pendakian, keduanya harus menghadapi tantangan alam yang ekstrem, sambil berjuang dengan konflik batin yang mereka simpan dalam diri masing-masing. Kisah ini menyoroti pentingnya perjalanan fisik dan mental sebagai bagian dari proses penyembuhan dalam menghadapi berbagai kesulitan hidup.

Bulan Sutena, yang sebelumnya dikenal lewat peran-perannya dalam beberapa serial televisi, berhasil menampilkan kedalaman emosi yang luar biasa dalam memerankan Eva, karakter yang penuh dengan pergulatan batin. Sementara Kiesha Alvaro, yang sebelumnya lebih dikenal lewat film-film remaja, memberikan penampilan yang memukau sebagai Ari, karakter yang lebih pendiam namun penuh pengorbanan. Kerjasama antara keduanya di layar membangun chemistry yang kuat, sehingga penonton dapat merasakan dan terhubung dengan perjalanan emosional yang dialami oleh kedua karakter ini. Keduanya mampu menggambarkan konflik internal masing-masing karakter dengan cara yang begitu menyentuh hati.

Proses syuting Eva: Pendakian Terakhir dilakukan di berbagai lokasi alam yang menantang, termasuk pegunungan di Jawa Barat, yang memberikan latar belakang visual yang dramatis. Syuting yang melibatkan pendakian nyata menambah kesan autentik, di mana Bulan dan Kiesha harus menjalani latihan fisik dan mental yang intens. Bahkan dalam beberapa adegan, mereka harus mendaki gunung sungguhan untuk menciptakan suasana yang lebih alami dan menyentuh. “Pengalaman ini sangat mengesankan, baik secara fisik maupun emosional. Kami benar-benar harus merasakan apa yang dialami oleh karakter-karakter kami,” kata Bulan Sutena dalam sebuah wawancara.

Dengan tema yang kuat dan akting yang memukau, Eva: Pendakian Terakhir diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi penonton untuk menghadapi tantangan hidup dengan lebih tegar dan berani. Film ini juga menjadi kontribusi penting bagi industri perfilman Indonesia, yang tidak hanya menghibur, tetapi juga menyampaikan pesan mendalam tentang kehidupan dan proses pencarian diri. “Kami berharap film ini dapat menyampaikan pesan yang positif dan membuka wawasan penonton tentang pentingnya perjalanan pemulihan dan pencapaian diri,” ujar Kiesha Alvaro. Film ini kini sudah tersedia di seluruh bioskop Indonesia.

Cerita Seru Artis Bulan Sutena Dan Kiesha Alvaro Bintangi Film “Eva Pendakian Terakhir”

film drama petualangan Eva: Pendakian Terakhir yang dibintangi oleh Bulan Sutena dan Kiesha Alvaro resmi tayang di bioskop Indonesia. Film ini mengangkat kisah perjuangan seorang wanita muda, Eva, yang berusaha mencapai puncak gunung sebagai simbol pencarian jati diri dan pemulihan dari trauma masa lalu. Bulan Sutena memerankan karakter utama, Eva, sementara Kiesha Alvaro berperan sebagai teman seperjalanan yang setia, Ari. Kolaborasi keduanya menghadirkan dinamika yang kuat, menarik perhatian banyak penonton.

Film Eva: Pendakian Terakhir berkisah tentang Eva, seorang wanita muda yang merasa kehilangan arah setelah sebuah peristiwa tragis. Untuk menyembuhkan diri, ia memutuskan untuk mendaki gunung yang menjadi simbol perjalanan hidup dan kebebasan. Selama pendakian, Eva ditemani oleh Ari (diperankan oleh Kiesha Alvaro), seorang pria yang memiliki pengalaman mendaki dan juga punya rahasia tersendiri. Sepanjang perjalanan, keduanya harus menghadapi tantangan alam yang keras, sekaligus mengungkap konflik batin yang telah lama mereka simpan. Kisah ini menggambarkan pentingnya perjalanan fisik dan mental dalam menghadapi kesulitan hidup.

Bulan Sutena, yang dikenal melalui perannya dalam sejumlah serial televisi, berhasil menunjukkan kedalaman emosi dalam memerankan Eva, karakter yang penuh dengan perjuangan batin. Sementara Kiesha Alvaro, yang sebelumnya dikenal lewat film-film remaja, tampil memukau sebagai Ari, karakter yang lebih tenang namun penuh pengorbanan. Kerjasama mereka di layar membawa chemistry yang kuat, yang membuat penonton terhubung dengan perjalanan emosional kedua karakter ini. Keduanya berhasil menyampaikan konflik internal yang dialami oleh masing-masing karakter dengan sangat menyentuh.

Syuting Eva: Pendakian Terakhir dilakukan di berbagai lokasi alam yang menantang, termasuk pegunungan di Jawa Barat, yang memberikan latar belakang yang dramatis untuk cerita. Proses pendakian yang dilakukan oleh Bulan dan Kiesha selama syuting tidak hanya melibatkan latihan fisik, tetapi juga mental. Dalam beberapa adegan, keduanya bahkan harus mendaki gunung sungguhan untuk mendapatkan nuansa alami yang maksimal. “Ini adalah pengalaman yang sangat berkesan, baik secara fisik maupun emosional. Kami harus benar-benar merasakan apa yang dialami oleh karakter kami,” kata Bulan Sutena dalam sebuah wawancara.

Dengan tema yang kuat dan akting yang solid, Eva: Pendakian Terakhir diharapkan dapat menginspirasi penonton untuk menghadapi tantangan hidup dengan lebih berani dan tegar. Film ini juga memberikan ruang bagi industri film Indonesia untuk terus berkembang dengan menyajikan karya yang tidak hanya menghibur, tetapi juga memiliki pesan mendalam tentang kehidupan dan pencarian diri. “Kami berharap film ini bisa memberi pesan positif dan membuka wawasan penonton tentang betapa pentingnya perjalanan menuju pemulihan dan pencapaian diri,” kata Kiesha Alvaro. Film ini kini tersedia di seluruh bioskop Indonesia.

Review: “Devils Stay” – Antara Horor Sederhana dan Karakter yang Tak Menonjol

“Devils Stay” menghadirkan sebuah kisah yang penuh ketegangan dan elemen supranatural. Meskipun karakter yang dimainkan oleh Lee Min-ki memegang peranan penting sebagai seorang pastor, hasil akhirnya justru terasa kurang memuaskan. Jika dibandingkan dengan film-film eksorsisme Hollywood yang sering menampilkan karakter-karakter yang bergulat dengan kekuatan jahat, Lee Min-ki tampak lebih pasif dan tidak memberikan kontribusi yang cukup besar dalam menggerakkan alur cerita.

Karakter Lee Min-ki: Dari Keteguhan yang Hampir Tanpa Perasaan

Karakter yang diperankan Lee Min-ki seharusnya memberi kesan ketenangan, namun yang muncul malah terasa hambar dan tanpa emosi. Bisa jadi ini adalah pilihan sengaja untuk menciptakan karakter yang lebih tenang, atau mungkin hasil dari upaya Lee Min-ki untuk memerankan sosok yang lebih pendiam. Namun, ketenangan yang ingin ditampilkan justru membuat karakter ini terkesan monoton dan tidak memberi dampak emosional yang mendalam pada penonton. Tidak ada rasa ketegangan atau perlawanan yang dapat membuat karakter ini terasa lebih hidup, meskipun konflik dalam film cukup intens.

Impresi Setelah Menonton “Devils Stay”

Ketika film ini berakhir dan kredit muncul di layar, saya hanya bisa menyimpulkan bahwa meskipun film ini mengadopsi pendekatan yang cukup lazim dalam mengisahkan tentang kesurupan, hasilnya tidak sepenuhnya mengecewakan. Film ini tetap dapat dinikmati berkat cara penyajian horor yang lebih sederhana, meskipun tidak mampu menghadirkan ketegangan yang menggugah seperti yang diharapkan banyak orang.

Film dengan Pendekatan Klasik: Tetap Memiliki Nilai Tertentu

Walau tidak bisa dianggap sebagai film eksorsisme yang menciptakan ketegangan luar biasa atau menawarkan hal baru yang revolusioner, “Devils Stay” tetap memiliki daya tarik bagi penggemar genre horor yang lebih suka cerita dengan pendekatan tradisional tentang kesurupan. Meskipun penggunaan elemen-elemen horor yang sederhana tidak terlalu inovatif, film ini tetap mampu menciptakan suasana yang cukup menarik, meski tidak cukup kuat untuk menonjolkan karakter utama yang terasa kurang berkesan.

Teaser Film ‘Perayaan Mati Rasa’ Resmi Dirilis, Siap Tayang 30 Januari 2025

Yogyakarta – Dunia perfilman Indonesia kembali diwarnai dengan karya terbaru garapan Umay Shahab, berjudul “Perayaan Mati Rasa”. Film ini dijadwalkan tayang di bioskop mulai 30 Januari 2025 dan telah merilis teaser yang memberikan gambaran menarik tentang jalan ceritanya.

Diproduksi oleh Sinemaku Pictures, film ini menghadirkan isu kehidupan dan dinamika keluarga yang sangat relevan dengan realitas anak muda saat ini. “Perayaan Mati Rasa” adalah tontonan yang sangat cocok bagi mereka yang merasa kehilangan arah dan berjuang untuk memenuhi ekspektasi keluarga, terutama anak pertama yang tidak pernah merasakan kehadiran sang ayah.

“Buat kamu yang merasa hilang arah, berkali-kali gagal mengejar mimpi dan memenuhi ekspektasi keluarga, film Perayaan Mati Rasa untuk kamu. Kita rayakan mati rasa ini bersama-sama di bioskop mulai 30 Januari 2025,” tulis Umay melalui akun X @umayshhhhb.

Kisah Ian dan Uta: Menghadapi Masalah Kehidupan

Film “Perayaan Mati Rasa” berfokus pada kehidupan dua kakak-beradik, Ian dan Uta, yang diperankan oleh Iqbaal Ramadhan dan Umay Shahab. Mereka menghadapi berbagai masalah dan kekonyolan dalam kehidupan sehari-hari, sambil berusaha mencari solusi atas tantangan yang mereka hadapi.

Dalam teaser yang dirilis, terlihat bagaimana Ian, sebagai anak pertama, sering merasa terombang-ambing oleh ekspektasi keluarga dan dirinya sendiri. “Sebagai anak pertama, terlalu banyak ekspektasi dari keluarga dan kepala sendiri yang harus dipenuhi. Harus jadi harapan orang tua, harus jadi panutan untuk adik,” ucap Ian dalam salah satu adegan.

Film ini juga menyiratkan bahwa seharusnya ada sosok ayah yang bisa menjadi penuntun bagi anak pertama yang merasa kehilangan arah. “Perayaan Mati Rasa” menggambarkan perjuangan dan pertanyaan yang ada di benak setiap anak pertama yang harus menjalani kehidupan tanpa kehadiran sang ayah.

Diangkat dari Lagu dengan Judul yang Sama

Cerita film ini diangkat dari lagu berjudul “Perayaan Mati Rasa” yang merupakan kolaborasi antara Umay Shahab dan Natania Karin. Single tersebut dirilis pada paruh akhir 2023 dan kini diadaptasi menjadi sebuah film yang menyentuh hati.

Ini adalah film ketiga yang digarap oleh Umay Shahab, di mana ia tidak hanya berperan sebagai sutradara tetapi juga berakting sebagai Uta. Iqbaal Ramadhan, selain memerankan tokoh Ian, juga bertanggung jawab sebagai produser eksekutif.

Deretan Pemain Berbakat

Film “Perayaan Mati Rasa” dibintangi oleh sejumlah aktor dan aktris ternama Indonesia, termasuk Iqbaal Ramadhan, Umay Shahab, Devano Danendra, Dul Jaelani, Priscilla Jamail, Unique Priscilla, Dwi Sasono, Randy Danistha, dan Lukman Sardi. Dengan jajaran pemain yang kuat dan cerita yang mendalam, film ini diharapkan dapat memberikan pengalaman emosional yang mendalam bagi para penonton.

Jangan lewatkan “Perayaan Mati Rasa” yang akan tayang mulai 30 Januari 2025 di bioskop kesayangan Anda

Viral Penjual Pentolan Di Ambon Jalan Sempoyongan Usai Dicekoki Sebuah Miras

Seorang penjual pentolan di Ambon menjadi viral setelah terekam kamera sedang berjalan sempoyongan di jalanan, diduga akibat efek dari mengonsumsi minuman keras (miras). Video yang memperlihatkan penjual tersebut beredar luas di media sosial pada Minggu (08/12), dan langsung menuai perhatian publik.

Dalam video yang berdurasi sekitar satu menit itu, tampak seorang pria yang mengenakan pakaian pedagang sedang berjalan dengan langkah terhuyung-huyung di trotoar. Ia terlihat kesulitan menjaga keseimbangan dan terjatuh beberapa kali, sementara beberapa warga yang melintas tampak memperhatikan kejadian tersebut.

Menurut saksi mata yang ada di lokasi, pria tersebut diduga telah mengonsumsi sedikitnya empat gelas miras sebelum kejadian tersebut. “Dia terlihat minum dengan beberapa temannya di sekitar warung. Setelah itu, tiba-tiba dia mulai berjalan sempoyongan dan jatuh beberapa kali,” ujar salah seorang warga yang menyaksikan kejadian tersebut.

Kejadian ini memicu berbagai reaksi dari netizen, banyak di antaranya yang menyoroti dampak negatif dari konsumsi miras berlebihan, terutama di kalangan masyarakat yang rentan terpengaruh. Sementara itu, beberapa netizen juga memberi dukungan kepada pria tersebut, berharap agar dia segera mendapatkan bantuan dan tidak terus terjebak dalam kebiasaan buruk tersebut.

Pihak kepolisian setempat mengatakan bahwa mereka masih melakukan penyelidikan terkait kejadian ini, termasuk apakah ada indikasi pelanggaran hukum terkait penjualan miras ilegal. Mereka juga mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam mengonsumsi alkohol dan selalu menjaga keselamatan diri di jalan.

Film “Sundul Langit” Diharapkan Mendorong Pembuatan Karya Inklusif untuk Penyandang Disabilitas

Jakarta – Film Sundul Langit, yang baru saja tayang di bioskop Indonesia, menarik perhatian banyak pihak berkat tema besar yang diangkat, yaitu keberagaman dan inklusivitas, dengan fokus pada cerita seorang tokoh difabel. Para pembuat film berharap karya ini dapat menjadi langkah awal bagi industri film Indonesia untuk lebih ramah terhadap penyandang disabilitas, dengan memperhatikan aksesibilitas dan kebutuhan mereka dalam dunia hiburan.

Cerita dalam Sundul Langit mengisahkan perjuangan seorang pemuda difabel yang memiliki cita-cita besar meskipun harus menghadapi berbagai tantangan. Tokoh utama yang diperankan oleh seorang aktor difabel ini berusaha mengejar impiannya dan membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk meraih kesuksesan. Film ini disutradarai oleh Asep Suparman dan diproduksi oleh tim kreatif yang memiliki kepedulian terhadap pemerataan akses bagi penyandang disabilitas dalam industri film.

Salah satu hal yang menonjol dalam produksi Sundul Langit adalah keterlibatan penyandang disabilitas baik dalam peran-peran utama maupun di balik layar. Tim produksi bekerja keras untuk memastikan bahwa film ini tidak hanya menyampaikan pesan yang relevan, tetapi juga memberi kesempatan bagi difabel untuk berpartisipasi aktif. Berbagai fitur seperti penyediaan subtitel, penggunaan bahasa isyarat, dan aksesibilitas bagi penonton difabel di bioskop menjadi bagian dari upaya ini.

Dengan hadirnya film ini, diharapkan dapat memicu perubahan yang lebih luas di industri film Indonesia, terutama terkait dengan representasi difabel. Para pembuat film berharap agar industri film tidak hanya fokus pada keuntungan materi, tetapi juga memberi perhatian lebih pada keberagaman, serta memberi ruang bagi semua lapisan masyarakat untuk tampil di layar lebar.

Sundul Langit merupakan bukti konkret bahwa film bisa menjadi lebih inklusif, menyentuh berbagai kalangan, termasuk difabel. Dengan melibatkan penyandang disabilitas langsung dalam proses produksi, film ini diharapkan dapat menginspirasi lebih banyak rumah produksi untuk menciptakan karya yang beragam, mengutamakan kesetaraan, dan memberi kesempatan lebih luas bagi penyandang disabilitas untuk berkontribusi dalam industri film.

Kisah Heroik Letda Boflen Sirait: Temukan Black Box AirAsia QZ8501 di Tengah Badai Laut Selat Karimata

Jakarta, VIVA – Letnan Dua (Letda) Marinir Boflen Sirait membagikan kisahnya saat menemukan black box pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh di perairan Selat Karimata dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah pada 28 Desember 2014.

Pesawat QZ8501 mulanya terbang dari Bandara Internasional Juanda, Surabaya pada Minggu 28 Desember 2014 pukul 05.35 WIB. Namun pesawat tujuan Bandara Internasional Changi, Singapura itu jatuh usai mengalami gangguan di bagian ekor pesawat. Akibat kecelakaan itu, dua pilot, empat awak kabin, serta 156 penumpang dinyatakan tewas.

Letda Boflen mengatakan, usai pesawat QZ8501 dinyatakan hilang kontak, dan diduga jatuh di perairan. Penyelam senior dari pasukan khusus Korps Marinir, Batalyon Intai Amfibi (Taifib) itu diperintahkan mencari lokasi jatuhnya pesawat.

Singkatnya ia dan tim diberangkatkan dari Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur menuju Pangkalan Bun. Setibanya di lokasi tujuan, Boflen langsung dikirim ke tengah lautan yang dicurigai sebagai lokasi jatuhnya pesawat.

“Waktu itu KRI Banda Aceh sudah ada di lokasi itu. Jarak (dari Pangkalan Bun) menuju (KRI Banda Aceh) yang sudah berada di tengah laut sekitar delapan jam perjalanan,” ucap Letda Boflen dilihat melalui YouTube TNI Angkatan Laut Dispenal Sabtu, 7 Desember 2024.

Boflen mengungkap, setibanya di KRI Banda Aceh, ia bertemu dengan sejumlah tim penyelam gabungan, mulai dari Basarnas, Denjaka dan Kopaska dengan total keseluruhan 47 personel. Sebagai permulaan, pencarian bangkai pesawat  QZ8501 dilakukan menggunakan sensor pendeteksi logam.

Setibanya di tempat yang dicurigai sebagai lokasi jatuhnya pesawat QZ8501, mereka menurunkan robot pengintai. Namun, akibat cuaca sedang badai ditambah arus yang kuat, robot itu tak berfungsi dengan baik.

Letda Boflen kemudian menawarkan diri untuk terjun lebih dulu ke dasar laut. Ia mengajak satu juniornya untuk mendampingi turun ke dasar laut.

“Saat itu kami turunkan jangkar dulu ke dasar sehingga kita tidak hanyut. Begitu kita turun ke dasar itu kondisinya tubuh kami seperti bendera berkibar karena arus, jadi kita harus pegangan tali,” kata dia.

“Kalau tidak pegangan tali mungkin kita sudah hanyut 2 sampai 3 kilometer, karena berenang saja kita mundur, sebab arusnya kencang sekali,” sambungnya.

Namun, penyelaman kali itu tak membuahkan hasil. Pencarian pun berlanjut hingga pada tanggal 7 Januari 2015, Boflen berhasil menemukan bangkai pesawat QZ8501. Saat ditemukan pesawat terdiri dari tiga potongan besar.

“Yang pertama ditemukan ekor pesawat, kemudian 2 setengah kilometer ditemukan badan pesawat, baru kokpit,” ucapnya.

Setelah seluruh korban serta bagian pesawat diangkat, Boflen berhasil menemukan dua black box, yakni Flight Data Recorder (FDR) dan Cockpit Voice Recorders (CVR). Black box ditemukan pada posisi 03.37.21 S/109.42.42 E dengan kedalaman sekitar 30 sampai dengan 32 meter.

“Warnanya oranye, panjangnya kurang lebih 40cm lebarnya 15cm. Ada dua blackbox, satu FDR berisi tentang ketinggian pesawat dan rute pesawat, yang kedua ditemukan juga CVR itu berisi percakapan dari pilot ke bandara,” ungkapnya.

Boflen mengaku bangga dapat menemukan black box tersebut. Sebab, kata dia, berkat penemuan itu penyebab jatuhnya pesawat QZ8501 bisa diketahui. 

Akibat aksinya terjun ke dasar laut saat badai, Boflen mendapat julukan crazy diver atau penyelam gila dari para penyelam asing yang membantu proses pengangkatan bangkai pesawat QZ8501.

Film Sundul Langit Diharapkan Jadi Contoh Pembuatan Film Untuk Difabel

Jakarta — Film “Sundul Langit” yang baru saja dirilis di bioskop Indonesia mendapat perhatian khusus karena mengangkat tema keberagaman dan inklusivitas, dengan fokus pada kisah tokoh difabel. Para pembuat film berharap bahwa karya ini dapat menjadi contoh bagi industri film Indonesia dalam menciptakan karya yang lebih ramah dan memperhatikan kebutuhan penyandang disabilitas.

“Sundul Langit” bercerita tentang perjuangan seorang pemuda difabel yang bermimpi besar, meskipun menghadapi berbagai rintangan. Tokoh utama dalam film ini, yang diperankan oleh aktor difabel, berusaha untuk meraih impian dan menunjukkan kepada dunia bahwa keterbatasan fisik bukan penghalang untuk sukses. Film ini disutradarai oleh Asep Suparman dan diproduksi oleh sejumlah kreator yang peduli terhadap kesetaraan akses bagi penyandang disabilitas dalam dunia hiburan.

Salah satu aspek penting dari film ini adalah bagaimana proses produksinya secara keseluruhan melibatkan difabel, baik di depan maupun di belakang layar. Tim produksi “Sundul Langit” bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memastikan bahwa film ini tidak hanya menceritakan kisah yang relevan bagi difabel, tetapi juga memudahkan mereka untuk terlibat langsung. Mulai dari penyediaan subtitel, penggunaan bahasa isyarat, hingga aksesibilitas bagi penonton difabel di bioskop.

Film ini diharapkan menjadi pemicu untuk perubahan lebih besar di industri film Indonesia, dengan lebih banyaknya representasi difabel baik dalam cerita maupun dalam proses produksi. Para pembuat film menginginkan agar industri film tidak hanya fokus pada keuntungan komersial, tetapi juga memperhatikan keberagaman dan memberikan ruang bagi semua kalangan untuk tampil di layar lebar.

“Sundul Langit” menjadi contoh nyata bagaimana film bisa lebih inklusif dan menyentuh berbagai lapisan masyarakat, termasuk difabel. Dengan produksi yang melibatkan orang-orang difabel secara langsung, film ini dapat menginspirasi lebih banyak rumah produksi untuk membuat karya yang lebih beragam, mengedepankan kesetaraan, dan memberi kesempatan yang lebih besar bagi penyandang disabilitas.