Transparansi Dibatasi? Polemik Larangan Syuting Adegan Ramping Ambulans di WA

Pemerintah Negara Bagian Australia Barat (WA) tengah menjadi sorotan setelah Departemen Kesehatan setempat menetapkan pembatasan ketat terhadap proses syuting serial dokumenter Paramedics. Tayangan populer yang menampilkan kerja paramedis secara langsung ini kini dilarang menampilkan adegan ramping ambulans—momen ketika pasien belum bisa dipindahkan ke rumah sakit karena keterbatasan kapasitas. Aturan baru ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk oposisi dan Asosiasi Medis Australia WA (AMA WA), yang menilai langkah tersebut sebagai bentuk sensor berlebihan dan tidak jujur terhadap kenyataan di lapangan.

Dokumen internal yang diperoleh media menunjukkan Departemen Kesehatan memiliki hak untuk menolak tayangan yang dinilai mencitrakan buruk sistem kesehatan WA. Bahkan, pengambilan gambar harus dihentikan saat ambulans tiba di area rumah sakit dan tidak boleh dilanjutkan di dalam rumah sakit, berbeda dengan musim sebelumnya yang memperlihatkan proses penyerahan pasien. Presiden AMA WA, Dr Michael Page, menyayangkan jika transparansi publik dikorbankan demi menjaga citra, karena menurutnya paramedis kerap harus menunggu lama karena kekurangan tempat tidur rumah sakit.

Sementara itu, pihak oposisi melalui Menteri Kesehatan Bayangan Libby Mettam menyebut keputusan ini sebagai langkah politis yang menutupi krisis sistemik. Ia menegaskan bahwa ramping bukan kesalahan layanan ambulans, melainkan cerminan buruk kapasitas rumah sakit yang tidak memadai. Meski pemerintah mengklaim telah menambah ratusan tempat tidur sejak 2021, berbagai pihak tetap mendesak agar masalah ini diselesaikan secara struktural, bukan ditutup-tutupi.

Komang: Sebuah Film Penuh Cinta dan Toleransi dari Lirik ke Layar Lebar

Film Komang karya sutradara Naya Anindita berhasil mencuri perhatian publik sejak dirilis pada libur Lebaran 2025. Diadaptasi dari lagu populer milik Raim Laode, film ini telah ditonton lebih dari dua juta orang di seluruh Indonesia. Lagu Komang, yang dikenal karena liriknya yang menyentuh hati, menjadi inspirasi kuat dalam pembuatan film ini. Meski begitu, menjadikan sebuah lagu emosional menjadi karya sinema bukanlah perkara sederhana.

Penulis skenario Evelyn Afnilia mengaku sempat merasa tertekan saat pertama kali menerima tawaran untuk menulis naskahnya. Lagu yang begitu dekat di hati masyarakat membuatnya merasa ada tanggung jawab besar. Namun, setelah melihat antusiasme penonton dan respons positif yang mengalir, ia merasa sangat bersyukur dan lega. Evelyn pun menuturkan bahwa film ini tidak hanya bicara tentang kisah cinta, tetapi juga mengangkat nilai-nilai toleransi dan keberagaman yang begitu kental di Indonesia.

Menurut Evelyn, Komang menjadi titik balik dalam karier kepenulisannya. Proses menulis skenario ini membuka perspektif baru baginya, tentang cinta yang melampaui perbedaan dan kekuatan nilai-nilai kemanusiaan. Film ini menggambarkan perjalanan nyata Raim Laode bersama sang istri, Komang Ade Widiandari, yang berasal dari latar budaya dan keyakinan berbeda. Cerita mereka dituturkan dengan latar warna-warni khas nusantara dan pesan universal tentang kebersamaan.

Dibintangi oleh Keisha Alvaro, Aurora Ribero, Ayu Laksmi, Mathias Muchus, Cut Mini, dan Arie Kriting, film ini menjadi sajian emosional yang kuat, menyatukan musik dan kisah hidup yang menyentuh.

Rebel Moon: Nemesis – Komik Prekuel yang Mengungkap Masa Lalu Sang Pembunuh Cyborg

Waralaba Rebel Moon yang diciptakan oleh Zack Snyder telah menarik perhatian banyak penggemar dengan dunia luas dan cerita epiknya. Meskipun masa depan film-film lanjutannya masih belum jelas, kabar baik bagi para penggemar adalah bahwa cerita tambahan akan segera hadir dalam bentuk buku komik. Serial komik prekuel yang berjudul Rebel Moon: Nemesis ini diproduksi oleh Titan Comics dan akan menggali lebih dalam kisah karakter Nemesis, yang dalam film diperankan oleh Doona Bae. Dalam film, Nemesis dikenal sebagai pembunuh yang tangguh dengan pedang cyborg yang besar dan mencolok.

Komik ini akan membawa kita kembali ke masa sebelum Nemesis menjadi pembunuh mekanis legendaris yang kita kenal. Ceritanya akan mengungkapkan kisah seorang wanita tak bersalah yang harus menghadapi tentara Imperium yang menghancurkan keluarganya. Dengan gaya balas dendam ala film barat, Rebel Moon: Nemesis menjanjikan aksi yang intens dan penuh ketegangan. Diciptakan oleh penulis Gail Simone dan ilustrator Federico Bertoni, komik ini dipastikan akan menggali karakter Nemesis secara lebih dalam.

Komik Rebel Moon: Nemesis dijadwalkan rilis pada 16 Juli, dan ini akan menjadi komik kedua dalam waralaba Rebel Moon, setelah House of the Bloodaxe yang ditulis oleh Zack Snyder. Bagi penggemar yang telah jatuh cinta dengan film Rebel Moon, komik ini menjadi kesempatan untuk mengetahui lebih banyak tentang dunia yang diciptakan oleh Snyder.

Turang: Menghidupkan Kembali Film Perjuangan yang Hilang

Film Turang menawarkan perspektif berbeda tentang sejarah revolusi Indonesia dengan fokus pada heroisme yang diperlihatkan oleh keluarga biasa. Film ini diputar kembali dalam rangka memperingati 70 tahun Konferensi Asia Afrika, dan karya sutradara Bachtiar Siagian yang diproduksi pada 1957 ini mengisahkan perjuangan warga dan sekelompok tentara Indonesia yang melawan agresi Belanda di tanah Karo, Sumatra Utara, pada masa Revolusi.

Lokasi pengambilan gambar berada di Desa Seberaya dan beberapa desa di Kabanjahe, Kabupaten Karo, di mana sebagian besar pemainnya adalah aktor lokal, dengan 95% pemain merupakan warga setempat, seperti yang dikatakan oleh Bunga Siagian, putri Bachtiar Siagian. Film ini mengusung gaya neorealisme, yang menggambarkan kehidupan sehari-hari masyarakat biasa dengan pendekatan yang realistis dan naturalistik.

Film Turang pertama kali diputar di Istana Negara di depan Presiden Sukarno, dan pada 1960, film ini meraih predikat film terbaik di Pekan Apresiasi Film Nasional. Pada 1958, Turang juga mencuri perhatian di Festival Film Asia Afrika pertama di Tashkent, Uzbekistan, dan bahkan mendapatkan tawaran hak distribusi dari delegasi Soviet dan Korea Utara. Namun, film ini kemudian menghilang, sebagian besar akibat terjadinya Peristiwa 1965 yang menandai era Orde Baru dan penyingkiran karya-karya yang terkait dengan ideologi komunis.

Nasib Turang yang hilang berhubungan dengan pengaruh dari Orde Baru yang melarang karya-karya yang dianggap terhubung dengan komunisme. Banyak film dari masa itu, terutama yang diproduksi oleh sutradara ‘kiri’ seperti Bachtiar Siagian, mengalami nasib yang sama. Sistem pendokumentasian film di Indonesia yang buruk juga berperan dalam menghilangnya banyak film dari era tersebut.

Pada 2022, setelah lebih dari satu dekade mencari, Bunga Siagian menemukan film Turang di pusat arsip film Rusia, Gosfilmofond, di Moskow. Setelah lebih dari satu tahun, film ini akhirnya dapat diputar kembali, pertama di Festival Film Internasional Rotterdam pada Februari 2025, dan kini kembali hidup dalam rangka peringatan 70 tahun Konferensi Asia Afrika.

Film ini memiliki makna penting karena menonjolkan peran warga biasa dalam perjuangan kemerdekaan. Tidak ada glorifikasi pada militer, melainkan lebih kepada kehidupan sehari-hari masyarakat desa yang turut berjuang dalam situasi yang penuh tekanan. Turang memberikan gambaran bagaimana individu-individu biasa berperan dalam sejarah besar negara, tanpa harus menjadi bagian dari pasukan yang lebih besar atau tentara.

Film Turang kembali diputar sebagai bentuk penghargaan terhadap sejarah yang telah terlupakan, dan Bunga Siagian mengajak berbagai komunitas di seluruh Indonesia untuk merayakan film ini dengan pemutaran terbuka dari tanggal 19 hingga 30 April, seiring dengan peringatan Konferensi Asia Afrika.

Film Komang Raih 2 Juta Penonton, Sukses Besar di Box Office Indonesia

Film Komang, karya sineas Naya Anindita, berhasil mencatatkan prestasi gemilang dengan mencapai 2 juta penonton pada Senin, 14 April 2025. Kabar ini dikonfirmasi oleh produser Starvision Plus, Chand Parwez, yang merasa bangga atas pencapaian besar ini. “Ya, Bro, film Komang hari ini akhirnya mencapai 2 juta penonton,” ujar Chand dalam percakapan telepon. Menurutnya, angka ini akan segera diumumkan di media sosial.

Komang terinspirasi dari kisah cinta antara Raim Laode dan Komang Ade Widiandari, yang dibintangi oleh Kiesha Alvaro, Aurora Ribero, Arie Kriting, Cut Mini, dan Mathias Muchus. Cerita ini berfokus pada Komang (Aurora Ribero), seorang gadis yang tinggal bersama ibunya, Meme (Ayu Laksmi), dan kakaknya, Kadek (Rhesa Putri), di Baubau, Sulawesi Tenggara. Suatu hari, Komang diajak menonton pertunjukan stand-up comedy oleh Arya (Adzando Davema) dan bertemu dengan Ode (Kiesha Alvaro), seorang stand-up comedian yang menghiburnya.

Namun, perjalanan cinta mereka tidak mudah. Komang dan Ode menghadapi perbedaan keyakinan, cemburu, dan berbagai rintangan yang menghalangi hubungan mereka. Di sisi lain, Arya jatuh cinta pada Komang dan mendapatkan restu dari Meme. Komang sendiri sukses meraih 1 juta penonton hanya dalam sembilan hari penayangan, dengan 60 ribu penonton pada hari pertama. Raim Laode menyatakan bahwa angka tersebut baru permulaan, dan perjuangan panjang masih di depan mata.

Racun Sangga: Kisah Mencekam Santet yang Menghancurkan Pernikahan

Film horor Racun Sangga: Santet Pemisah Rumah Tangga yang diadaptasi dari kisah nyata ini akan segera tayang di Netflix pada 18 April 2025. Disutradarai oleh Rizal Mantovani, yang sebelumnya dikenal melalui film-film horor populer seperti Mumun dan Kereta Berdarah, film ini menghadirkan kisah mengerikan sepasang suami istri yang baru saja menikah namun terjerat dalam teror santet yang menghancurkan kehidupan mereka. Diproduksi oleh Soraya Internice Films dan diproduseri oleh Sunil Soraya, film ini mengangkat kejadian yang pernah viral di platform digital X, yang juga diceritakan oleh Gusti Gina sebagai penulis naskah.

Cerita dimulai pada 12 Februari 2021, ketika Andi (Fahad Haydra) dan Maya (Frederika Cull), pasangan yang baru menikah, memulai hidup baru di rumah yang mereka pilih. Namun, kebahagiaan mereka tak bertahan lama. Mereka mulai merasakan keanehan dalam rumah baru mereka. Bangkai hewan sering ditemukan, suhu di dalam rumah terasa sangat panas, dan barang-barang sering jatuh tanpa sebab. Andi, sang suami, juga mulai merasakan sakit misterius yang tak kunjung sembuh, bahkan sampai ia tidak bisa berdiri. Mimpi buruk, halusinasi, dan perubahan fisik yang drastis membuat Maya semakin cemas.

Terdesak oleh situasi yang semakin memburuk, terutama saat Maya sedang hamil, mereka mencoba berbagai pengobatan, baik medis maupun non-medis. Maya, yang penasaran dan ingin menyelamatkan rumah tangga mereka, mulai mencari tahu penyebab di balik teror yang menimpa mereka. Perjalanan Maya untuk menyelamatkan suaminya dan rumah tangga mereka pun dimulai, dengan penuh ketegangan dan misteri.

Racun Sangga: Santet Pemisah Rumah Tangga yang tayang di bioskop pada 12 Desember 2024 dan meraih lebih dari 500.000 penonton ini akan siap menggegerkan penonton Netflix dalam waktu dekat.

The Last Supper: Drama Reflektif dari Perspektif Murid Yesus

Film The Last Supper karya sutradara Italia Mauro Borelli hadir dengan pendekatan yang berbeda dari film-film bertema Alkitab lainnya. Alih-alih berfokus pada penderitaan dan penyaliban Yesus, film ini mengangkat sisi batiniah para murid, terutama Petrus dan Yudas Iskariot. Cerita dikisahkan melalui sudut pandang Petrus yang juga bertindak sebagai narator, menyelami pertentangan batin dan keraguan yang dialami Yudas menjelang pengkhianatannya terhadap Yesus.

Yudas digambarkan mengalami dilema moral yang berat, terutama setelah menerima tawaran dari Imam Besar Kayafas untuk menyerahkan Yesus demi imbalan uang. Konflik batin ini diperkuat dengan kehadiran simbolik Setan dalam wujud ular yang menggoda Yudas. Ketegangan antara Petrus dan Yudas pun terlihat jelas, namun sesekali diimbangi oleh karakter Yohanes yang ringan dan bersahabat.

Film ini mengambil latar utama Perjamuan Terakhir, memperlihatkan Yesus bersama para murid menjalankan ritual Paskah Yahudi, sembari menyampaikan pesan-pesan penting secara halus. Di saat yang sama, sebuah keluarga Yahudi di lantai bawah menjalankan tradisi makan malam Paskah dengan hidangan khas. Kisah penderitaan Yesus hanya disampaikan singkat melalui kilas balik dan tidak menampilkan adegan penyaliban secara eksplisit.

Meskipun memiliki visual yang mendukung suasana spiritual, film ini terasa lambat dan kurang menyentuh secara emosional. Penokohan Yesus pun terkesan tenggelam oleh kekuatan akting Petrus dan Yudas. The Last Supper cocok bagi penonton yang ingin merenung di masa Prapaskah tanpa menyaksikan adegan brutal penyaliban.

Daftar Hidup dan Warisan Cinta: Kisah Pencarian Makna dalam The Life List

Film The Life List, garapan sutradara Adam Brooks, mencuri perhatian publik sejak debutnya di Netflix pada 28 Maret 2025. Dalam waktu singkat, film ini merajai daftar tontonan terpopuler di 57 negara versi FlixPatrol, dan menjadi bahan perbincangan hangat karena kisahnya yang menyentuh dan inspiratif. Cerita berpusat pada Alex Rose, diperankan oleh Sofia Carson, seorang perempuan muda yang merasa tersesat dalam hidupnya. Setelah ibunya, Elizabeth Rose, meninggal dunia, Alex dihadapkan pada sebuah kejutan—alih-alih langsung menerima warisan bisnis kosmetik keluarga, ia harus menyelesaikan daftar hidup yang ia tulis saat berusia 13 tahun.

Perjalanan ini membawa Alex menyusuri kembali masa kecil dan harapan-harapannya yang telah lama terlupakan. Ia dipertemukan dengan berbagai tokoh penting seperti Brad, sang pengacara pelaksana wasiat, Garrett si rekan kerja, hingga Johnny, seorang musisi yang menyimpan bagian dari masa lalu keluarganya. Sementara hubungan dengan ayahnya yang sempat renggang, mulai kembali terjalin. Ketegangan pun muncul di antara Alex dan kedua kakaknya, Lucas dan Julian, yang melihat misi tersebut sebagai hal konyol.

Namun seiring waktu, Alex tidak hanya berhasil menyelesaikan daftar itu satu per satu, tetapi juga menemukan jati dirinya. Film ini menyuguhkan perjalanan penuh emosi, dibalut dengan elemen romansa dan dinamika keluarga yang kuat. The Life List bukan hanya tentang warisan, tetapi juga tentang memahami cinta, kehilangan, dan siapa diri kita sesungguhnya.

Peran Baru Asmara Abigail di Film Muslihat, Belajar Jadi Kakak yang Lembut

Aktris Asmara Abigail, 33 tahun, merasakan tantangan dan pengalaman baru lewat perannya dalam film Muslihat. Dalam film yang disutradarai oleh Chairun Nissa tersebut, Asmara memerankan karakter sebagai seorang kakak di panti asuhan. Peran ini membuatnya belajar untuk lebih sabar dan tenang, jauh dari karakter yang biasa ia mainkan. Ia mengakui bahwa tokoh tersebut sangat berbeda dari kepribadiannya di kehidupan nyata yang cenderung ekspresif dan tegas.

Asmara mengungkapkan bahwa memerankan karakter yang kalem dan penyayang ini memberinya banyak pelajaran, terutama soal kesabaran. Ia bahkan menyebut bahwa pengalaman ini membuatnya seolah merasakan bagaimana menjadi kakak sungguhan bagi banyak anak. “Aku jadi lebih kalem dan kekakakan, ini karakter baru buat aku. Dari sini aku belajar sabar,” ujarnya sambil tertawa saat ditemui di Jakarta.

Ia juga mengaku sangat bersyukur mendapatkan kepercayaan untuk memainkan peran dalam film ini, apalagi ia memang sudah lama mengagumi karya-karya Chairun Nissa. Biasanya, peran yang ia dapatkan cenderung lebih liar dan berani, namun kali ini ia justru tampil dengan sisi yang lebih lembut dan hangat. Asmara pun merasa senang bisa menunjukkan sisi lain dari kemampuannya sebagai seorang aktris dan menganggap kesempatan ini sebagai bentuk pembelajaran yang berharga dalam kariernya di dunia seni peran.

Menurutnya, film ini juga menjadi ruang eksplorasi emosional yang jarang ia dapatkan sebelumnya. Ia berharap penonton bisa merasakan kedalaman cerita dan turut larut dalam dinamika hubungan antar karakter di dalam panti. Bagi Asmara, pengalaman ini bukan hanya soal akting, tetapi juga proses pendewasaan diri lewat seni.

Debut Horor Tata Janeeta, Bawakan Kidung Sunda Misterius dalam “Muslihat”

Tata Janeeta kini mencoba peruntungan di dunia perfilman dengan membintangi film horor berjudul Muslihat. Dalam film ini, ia memerankan tokoh Sinta, sosok misterius yang kerap muncul dengan nyanyian Sunda yang penuh teka-teki. Ini merupakan pengalaman pertama Tata terlibat dalam proyek film, meski perannya tidak begitu besar. Menariknya, ia juga turut mengisi soundtrack untuk film tersebut, sehingga keterlibatannya terasa lebih personal dan bermakna.

Agar tampil maksimal sebagai Sinta, Tata harus mempelajari lagu-lagu tradisional Sunda. Ia mengaku sempat merasa canggung karena bukan berasal dari latar belakang sinden. Namun beruntung, ibunya bersedia membimbingnya. Tata menyebut bahwa tembang yang dibawakannya tidak terlalu rumit, lebih menyerupai ngahari ringung — jenis nyanyian ringan dalam tradisi Sunda. Ia merasa senang bisa menambah pengalaman baru melalui film ini, dan menganggapnya sebagai tantangan yang menyenangkan.

Muslihat menceritakan kisah dua kakak beradik, diperankan oleh Asmara Abigail dan Syafa, yang pindah ke sebuah panti asuhan dengan harapan memulai hidup baru. Namun, sejak kedatangan mereka, panti tersebut mulai dihantui oleh keanehan dan teror, terutama setelah kemunculan Sinta. Teror semakin menjadi saat Rahma, salah satu penghuni, mengalami kerasukan dan akhirnya meninggal dunia. Gustaf, pengelola panti, berusaha mengusir kekuatan gaib dengan rukiah, namun hal ini justru menimbulkan kekhawatiran Jihan terhadap keselamatan Syafa.

Film Muslihat dijadwalkan tayang di seluruh bioskop Indonesia pada 17 April 2025.