Peran Baru Asmara Abigail di Film Muslihat, Belajar Jadi Kakak yang Lembut

Aktris Asmara Abigail, 33 tahun, merasakan tantangan dan pengalaman baru lewat perannya dalam film Muslihat. Dalam film yang disutradarai oleh Chairun Nissa tersebut, Asmara memerankan karakter sebagai seorang kakak di panti asuhan. Peran ini membuatnya belajar untuk lebih sabar dan tenang, jauh dari karakter yang biasa ia mainkan. Ia mengakui bahwa tokoh tersebut sangat berbeda dari kepribadiannya di kehidupan nyata yang cenderung ekspresif dan tegas.

Asmara mengungkapkan bahwa memerankan karakter yang kalem dan penyayang ini memberinya banyak pelajaran, terutama soal kesabaran. Ia bahkan menyebut bahwa pengalaman ini membuatnya seolah merasakan bagaimana menjadi kakak sungguhan bagi banyak anak. “Aku jadi lebih kalem dan kekakakan, ini karakter baru buat aku. Dari sini aku belajar sabar,” ujarnya sambil tertawa saat ditemui di Jakarta.

Ia juga mengaku sangat bersyukur mendapatkan kepercayaan untuk memainkan peran dalam film ini, apalagi ia memang sudah lama mengagumi karya-karya Chairun Nissa. Biasanya, peran yang ia dapatkan cenderung lebih liar dan berani, namun kali ini ia justru tampil dengan sisi yang lebih lembut dan hangat. Asmara pun merasa senang bisa menunjukkan sisi lain dari kemampuannya sebagai seorang aktris dan menganggap kesempatan ini sebagai bentuk pembelajaran yang berharga dalam kariernya di dunia seni peran.

Menurutnya, film ini juga menjadi ruang eksplorasi emosional yang jarang ia dapatkan sebelumnya. Ia berharap penonton bisa merasakan kedalaman cerita dan turut larut dalam dinamika hubungan antar karakter di dalam panti. Bagi Asmara, pengalaman ini bukan hanya soal akting, tetapi juga proses pendewasaan diri lewat seni.

Debut Horor Tata Janeeta, Bawakan Kidung Sunda Misterius dalam “Muslihat”

Tata Janeeta kini mencoba peruntungan di dunia perfilman dengan membintangi film horor berjudul Muslihat. Dalam film ini, ia memerankan tokoh Sinta, sosok misterius yang kerap muncul dengan nyanyian Sunda yang penuh teka-teki. Ini merupakan pengalaman pertama Tata terlibat dalam proyek film, meski perannya tidak begitu besar. Menariknya, ia juga turut mengisi soundtrack untuk film tersebut, sehingga keterlibatannya terasa lebih personal dan bermakna.

Agar tampil maksimal sebagai Sinta, Tata harus mempelajari lagu-lagu tradisional Sunda. Ia mengaku sempat merasa canggung karena bukan berasal dari latar belakang sinden. Namun beruntung, ibunya bersedia membimbingnya. Tata menyebut bahwa tembang yang dibawakannya tidak terlalu rumit, lebih menyerupai ngahari ringung — jenis nyanyian ringan dalam tradisi Sunda. Ia merasa senang bisa menambah pengalaman baru melalui film ini, dan menganggapnya sebagai tantangan yang menyenangkan.

Muslihat menceritakan kisah dua kakak beradik, diperankan oleh Asmara Abigail dan Syafa, yang pindah ke sebuah panti asuhan dengan harapan memulai hidup baru. Namun, sejak kedatangan mereka, panti tersebut mulai dihantui oleh keanehan dan teror, terutama setelah kemunculan Sinta. Teror semakin menjadi saat Rahma, salah satu penghuni, mengalami kerasukan dan akhirnya meninggal dunia. Gustaf, pengelola panti, berusaha mengusir kekuatan gaib dengan rukiah, namun hal ini justru menimbulkan kekhawatiran Jihan terhadap keselamatan Syafa.

Film Muslihat dijadwalkan tayang di seluruh bioskop Indonesia pada 17 April 2025.

‘NO OTHER LAND’: Fakta Terungkap di Balik Film Dokumenter yang Gemparkan Oscar 2025

Dunia perfilman dokumenter kembali menunjukkan kekuatannya dalam mengangkat isu kemanusiaan melalui No Other Land, sebuah film yang sukses mencuri perhatian di ajang Oscar 2025. Dokumenter ini tidak hanya meraih penghargaan Best Documentary Feature, tetapi juga memicu diskusi global mengenai konflik berkepanjangan di Palestina.

Sebagai hasil kolaborasi antara sineas Palestina dan Israel, No Other Land menghadirkan perspektif yang unik dan emosional. Film ini menyoroti penderitaan warga Palestina melalui rekaman langsung aktivis Basel Adra dan jurnalis Israel Yuval Abraham. Dengan sudut pandang yang berbeda, mereka menampilkan realitas pahit yang jarang tersorot oleh media arus utama, termasuk penghancuran kampung halaman Adra oleh tentara Israel.

Kisah Nyata yang Mengungkap Realitas Konflik

Berbeda dari sekadar opini atau narasi politik, No Other Land menampilkan rekaman otentik dari peristiwa yang terjadi di Palestina. Basel Adra, seorang aktivis Palestina, secara langsung mendokumentasikan penghancuran rumah-rumah di Tepi Barat oleh tentara Israel. Dalam adegan-adegan yang menyayat hati, terlihat bagaimana bangunan sekolah diratakan, rumah-rumah dihancurkan, dan sumur-sumur ditutup dengan semen agar penduduk setempat tidak dapat bertahan.

Yuval Abraham, seorang jurnalis Israel, turut mendampingi Adra dalam mendokumentasikan peristiwa tersebut. Namun, kehadirannya tidak selalu diterima dengan baik, karena sebagian warga Palestina memandangnya sebagai orang luar yang memiliki hak istimewa sebagai warga negara Israel. Ketegangan antara perspektif inilah yang membuat film ini semakin kompleks dan emosional.

Kolaborasi Langka Antara Sineas Palestina dan Israel

Kerja sama antara Basel Adra dan Yuval Abraham menjadi salah satu aspek paling menarik dari No Other Land. Adra adalah warga Palestina yang merasakan langsung dampak konflik, sementara Abraham berasal dari Israel, negara yang memiliki kebijakan yang berseberangan dengan perjuangan Palestina.

Namun, alih-alih terjebak dalam perbedaan, keduanya justru menyatukan sudut pandang yang kontras dalam sebuah dokumenter yang kuat dan menyentuh. Film ini membuktikan bahwa di tengah konflik yang terus berkecamuk, masih ada ruang untuk empati dan pemahaman antar-manusia.

Rekaman Otentik yang Menggugah Kesadaran Dunia

Sebagian besar adegan dalam film ini merupakan rekaman asli yang diambil langsung oleh Basel Adra. Dalam dokumentasi tersebut, terlihat jelas bagaimana alat berat tentara Israel meratakan bangunan, mengusir penduduk setempat, hingga melakukan tindakan yang membatasi akses warga Palestina terhadap kebutuhan dasar.

Tak hanya itu, dokumenter ini juga menyoroti bagaimana Adra menghadapi berbagai risiko saat merekam peristiwa-peristiwa ini. Ancaman penangkapan, pembatasan gerak, dan tekanan dari berbagai pihak menjadi tantangan besar yang harus dihadapinya demi mengungkap kenyataan yang terjadi di lapangan.

Kritik terhadap Kebijakan Israel dan Dukungan Global

Lebih dari sekadar mendokumentasikan penderitaan warga Palestina, No Other Land juga memberikan kritik tajam terhadap kebijakan Israel yang terus melakukan penggusuran pemukiman di Tepi Barat. Film ini menggambarkan bagaimana tindakan tersebut berdampak pada kehidupan masyarakat Palestina yang semakin terpinggirkan.

Selain itu, film ini juga secara tidak langsung mengangkat peran negara-negara besar, terutama Amerika Serikat, yang kerap memberikan dukungan terhadap kebijakan Israel. Dengan pendekatan dokumentatif yang kuat, film ini mengajak penonton untuk berpikir lebih kritis mengenai dinamika politik global yang memperburuk situasi di Palestina.

Dampak Global Pasca Kemenangan Oscar 2025

Sejak memenangkan kategori Best Documentary Feature di Oscar 2025, No Other Land langsung menjadi bahan pembicaraan di berbagai belahan dunia. Media internasional ramai membahas isi film ini sebagai gambaran nyata dari konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

Reaksi terhadap film ini pun beragam. Sebagian pihak mendukung penuh pesan kemanusiaan yang disampaikan, sementara yang lain menganggapnya sebagai propaganda politik. Terlepas dari kontroversi yang muncul, tak bisa disangkal bahwa No Other Land telah membuka diskusi luas mengenai Palestina dan memperkuat kesadaran global terhadap konflik yang masih berlangsung.

Film ini menjadi bukti bahwa dokumenter memiliki kekuatan luar biasa dalam membangun kesadaran publik dan mendorong perubahan. Dengan rekaman nyata dan narasi yang kuat, No Other Land telah berhasil meninggalkan jejak mendalam di dunia perfilman sekaligus di hati para penontonnya.