Sung Jinwoo Habisi Ant King dalam Duel Sengit

Akhirnya, anime Solo Leveling musim kedua mencapai episode 11 yang tayang tadi malam. Episode yang semakin mendekati akhir ini diberi judul “Are You King of the Humans?”, dan pastinya bikin para penggemar semakin antusias!

Pada episode ini, pertarungan antara Sung Jinwoo dan Ant King menjadi sorotan utama. Duel sengit satu lawan satu ini mencapai klimaks ketika Jinwoo mengeluarkan jurus andalannya, ‘Tebasan Gila’, menggunakan pedang kesayangannya.

Di sisi lain, para Hunter Korea Selatan yang masih bertahan di dalam gua sarang monster semut dalam kondisi kritis. Di saat genting itu, Sung Jinwoo datang dengan penampilan santainya dan memberikan lima botol ramuan kepada Hunter S-Rank. Sayangnya, Elixir of Life yang sebelumnya menyembuhkan ibunya ternyata tidak berdampak pada Cha Hae-In.

Ketika berhadapan langsung dengan Ant King, aura Jinwoo saja sudah cukup untuk membuat lawannya gentar.

Ant King Terdesak di Hadapan Jinwoo

Para Hunter S-Rank Korea hanya bisa gemetar melihat kekuatan Jinwoo. Namun, berbeda dengan mereka, Jinwoo justru meremehkan lawannya dengan berkata, “Serangga tetaplah serangga.”

Serangan demi serangan menghantam tubuh Ant King. Monster semut ini berusaha melindungi diri menggunakan sihirnya, tetapi tetap tidak mampu menahan kekuatan Jinwoo.

Saat Tebasan Gila pertama kali mengenai tubuhnya, Ant King mulai menyadari sesuatu—ia tidak sekuat yang ia kira. Ia terus bertanya-tanya dalam pikirannya, “Kenapa aku kalah? Bukankah aku seharusnya menang, melahap segalanya, berkembang, dan menjadi yang terkuat?”

Meskipun memiliki kecerdasan seperti manusia, Ant King akhirnya menyadari satu hal: ia harus melarikan diri. Namun, terlambat! Saat sudah tidak bisa lagi berlari atau terbang, ia hanya bisa merayap seperti semut biasa. Di momen terakhirnya, Jinwoo kembali mengayunkan Tebasan Gila, memotong tubuh Ant King hingga benar-benar hancur.

Nasib Cha Hae-In yang Masih Belum Jelas

Setelah pertarungan berakhir dengan kemenangan Jinwoo, perhatian kembali ke Cha Hae-In yang masih terkapar dengan luka parah. Semua ramuan, termasuk Elixir of Life, tidak bekerja padanya.

Di saat putus asa, Jinwoo menoleh ke belakang dan tampak sedang memikirkan sesuatu. “Tidak ada pilihan lain,” gumamnya.

Banyak spekulasi muncul tentang langkah yang akan diambilnya. Apakah ia akan langsung berteleportasi ke Seoul untuk mencari bantuan? Atau mungkin membangkitkan Min Byung-Gu, Hunter S-Rank tipe Healer, untuk menyelamatkan Cha Hae-In?

Jawaban atas pertanyaan ini akan terungkap di Solo Leveling season 2 episode 12 minggu depan. Jangan sampai kelewatan!

Dylan Efron Open to Acting in “Fourth Wing” TV Series

Dylan Efron, yang dikenal lewat penampilannya di The Traitors, mengungkapkan bahwa dia akan sangat senang untuk bergabung dengan adaptasi serial TV Fourth Wing yang akan datang jika produser menghubunginya. Adik dari aktor Zac Efron ini menyatakan antusiasmenya tentang kesempatan tersebut dalam wawancara eksklusif di acara Clarins’ ICONS. Ketika ditanya tentang karakter yang ingin ia perankan, Dylan dengan bercanda mengatakan, “Pokoknya siapa saja kecuali Dain,” yang merujuk pada salah satu karakter dalam serial tersebut. Fourth Wing diadaptasi dari novel populer karya Rebecca Yarros, yang mengikuti perjalanan Violet Sorrengail yang berusaha menjadi penunggang naga di Basgiath War College. Dain Aetos, yang disebut Dylan, adalah teman masa kecil Violet yang kemudian terlibat dalam konflik romantis dalam cerita.

Antusiasme Dylan terhadap serial Fourth Wing bukan hal baru. Sebelumnya, ia membagikan kecintaannya pada novel tersebut di TikTok, dengan mengunggah video dirinya berlari di luar ruangan sambil mendengarkan audiobook-nya. Para penggemar pun menunjukkan minat besar untuk melihat Dylan bergabung dengan adaptasi serial ini, dengan banyak yang menyatakan dukungan mereka di media sosial. Beberapa bahkan menyarankan peran untuknya, dengan seorang penggemar bercanda mengatakan bahwa mereka ingin melihatnya berperan sebagai Dain. Partisipasi Dylan dalam The Traitors sudah membuatnya memiliki banyak penggemar, berkat kepribadiannya yang menyenangkan. Dia juga terbuka untuk kesempatan di acara TV realitas di masa depan, dengan menyatakan bahwa dia tertarik untuk menjelajahi pengalaman baru. Meskipun saat ini ia menikmati kesuksesannya di The Traitors, Dylan tetap terbuka untuk petualangan baru, bahkan mungkin bergabung dengan acara seperti Dancing With the Stars atau Survivor di masa depan.

Ballerina: Ana de Armas Siap Beraksi dalam Spin-off John Wick

Trailer terbaru film Ballerina menampilkan Ana de Armas sebagai Eve Macarro, seorang balerina asal Rusia yang bertransformasi menjadi pembunuh bayaran demi membalas dendam atas kematian keluarganya. Dalam film ini, ia tidak beraksi sendirian karena Keanu Reeves kembali memerankan John Wick. Ballerina mengambil latar waktu di antara John Wick: Chapter 3 – Parabellum dan John Wick: Chapter 4, memperkenalkan karakter yang sebelumnya dimainkan oleh Unity Phelan dan kini diperankan oleh de Armas.

Spin-off ini hadir setelah dua tahun sejak John Wick: Chapter 4 tayang, yang mencatat kesuksesan besar dengan pendapatan lebih dari 440 juta dolar AS atau sekitar Rp7 triliun. Secara keseluruhan, keempat film dalam waralaba John Wick telah meraih lebih dari 1 miliar dolar AS atau setara Rp16 triliun secara global. Film ini juga menandai langkah baru Ana de Armas di dunia film aksi setelah perannya dalam No Time to Die bersama Daniel Craig dan Ghosted bersama Chris Evans. Pada tahun 2023, ia juga meraih nominasi Oscar berkat perannya sebagai Marilyn Monroe dalam film Blonde.

Film Ballerina disutradarai oleh Len Wiseman yang dikenal lewat Underworld, serta ditulis oleh Shay Hatten, penulis di balik Army of the Dead. Produksi film ini turut melibatkan Basil Iwanyk, Erica Lee, dan Chad Stahelski, yang sebelumnya terlibat dalam seluruh film John Wick. Dengan alur cerita yang menjanjikan aksi intens dan mendebarkan, Ballerina dijadwalkan tayang di bioskop pada 6 Juni dan diharapkan menjadi bagian yang memperkaya semesta John Wick.

Netflix Tambahkan Komedi Jenius yang Dijuluki ‘Serial TV Terhebat Sepanjang Masa’

Netflix baru saja menambahkan Stath Lets Flats, serial komedi yang dianggap sebagai salah satu yang terbaik sepanjang masa, ke dalam koleksinya mulai 22 Maret. Sitkom ini awalnya tayang di Channel 4 antara 2018 hingga 2021 dan kini bisa dinikmati oleh pelanggan Netflix. Bagi yang tidak berlangganan, serial ini tetap tersedia secara gratis di platform Channel 4, sementara dua musim pertamanya juga baru saja hadir di Disney+. Serial ini mengisahkan Stath, seorang pria dengan kepribadian unik dan keterampilan yang meragukan, yang berusaha membuktikan dirinya sebagai penerus bisnis penyewaan apartemen milik ayahnya di pasar properti London yang tidak stabil.

Jamie Demetriou, yang menciptakan dan membintangi serial ini sebagai Stath, pertama kali memperkenalkan karakternya dalam segmen Comedy Blaps di Channel 4 pada 2013. Ia menulis serial ini bersama Robert Popper, yang juga dikenal karena karyanya di South Park, Friday Night Dinner, dan Peep Show. Demetriou juga beradu akting dengan saudara perempuannya di dunia nyata, Natasia Demetriou, yang terkenal lewat What We Do In The Shadows. Pemeran lainnya termasuk Katy Wix, Kiell Smith-Bynoe, dan Al Roberts.

Serial ini mendapat pujian luar biasa, dengan musim pertamanya meraih skor sempurna 100% di Rotten Tomatoes dan keseluruhan seri mendapatkan rating 90%. Para penggemar menyebutnya sebagai mahakarya komedi yang unik dan penuh kejutan. Seorang penonton bahkan menyebutnya sebagai “serial TV terhebat sepanjang masa” dan mengaku telah menontonnya sebanyak sebelas kali. Banyak yang menyebut bahwa gaya penulisan dan akting Demetriou sangat brilian, dengan beberapa mengaku harus menjeda tayangan hanya untuk tertawa. Dengan humor khas Inggris yang aneh dan jalan cerita yang tidak terduga, Stath Lets Flats kini semakin mudah diakses oleh penonton baru melalui Netflix.

Menjelang akhir Ramadan 1446 H, beberapa drama Korea bertema kehidupan remaja SMA bisa menjadi pilihan tontonan yang menarik. Berbagai judul ini menghadirkan kisah anak muda dengan nuansa berbeda, mulai dari persahabatan, percintaan, hingga perjuangan meraih impian.

Salah satu drama yang bisa disaksikan adalah Family by Choice, yang dibintangi oleh Hwang In-youp, Jung Chae-yeon, dan Bae Hyun-sung. Serial ini menyoroti kehidupan tiga remaja SMA yang sangat akrab meskipun tidak memiliki hubungan keluarga.

Selain itu, ada juga Twenty-Five Twenty-One dan Boyhood, dua drama yang membawa penonton kembali ke era sekolah di masa lalu. Twenty-Five Twenty-One berlatar tahun 1990-an, sementara Boyhood menggambarkan kehidupan siswa di era 1980-an.

Bagi penggemar olahraga, dua drama bertema bulu tangkis, Racket Boys dan Love All Play, juga dapat menjadi pilihan menarik. Kedua drama ini menampilkan perjuangan para atlet muda dalam mengejar impian mereka di dunia olahraga.

Berikut lima drama Korea yang cocok untuk menemani waktu puasa Anda:

1. Boyhood

Drama berlatar tahun 1980-an ini mengisahkan perjalanan Jang Byung-tae (Im Si-wan), seorang remaja yang terpaksa pindah ke sekolah pertanian di desa setelah mengalami perundungan di sekolah lamanya.

Namun, situasi di sekolah barunya berubah secara tak terduga. Insiden yang terjadi pada hari pertama membuat teman-teman barunya salah paham, hingga akhirnya mereka menganggap Byung-tae sebagai petarung hebat.

Boyhood dapat disaksikan di Vidio.

2. Family by Choice

Family by Choice berkisah tentang tiga sahabat yang tumbuh bersama dan sudah menganggap satu sama lain sebagai keluarga, meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah.

Mereka adalah Kim Sang-ha (Hwang In-youp), Yoon Joo-won (Jung Chae-yeon), serta Kang Hae-joon (Bae Hyun-sung). Namun, Kim Sang-ha sempat menghilang selama satu dekade, meninggalkan kedua sahabatnya.

Ketika mereka bertemu kembali setelah 10 tahun, perasaan lama mulai muncul, termasuk cinta pertama yang selama ini tak pernah mereka ungkapkan.

Family by Choice bisa ditonton di Viu.

3. Twenty-Five Twenty-One

Na Hee-do (Kim Tae-ri) adalah seorang atlet anggar berbakat di sekolahnya. Namun, krisis ekonomi yang melanda Korea pada tahun 1998 membuat tim anggarnya terpaksa dibubarkan.

Meskipun menghadapi banyak rintangan, Hee-do tetap berjuang untuk mewujudkan mimpinya menjadi atlet nasional. Dalam perjalanannya, ia bertemu dengan Baek Yi-jin (Nam Joo-hyuk), seorang pemuda yang harus banting setir menjadi jurnalis setelah keluarganya mengalami kebangkrutan.

Twenty-Five Twenty-One tersedia di Netflix.

4. Racket Boys

Drama ini mengangkat kisah perjuangan sekelompok remaja berusia 16 tahun yang berusaha meraih mimpi sebagai atlet bulu tangkis profesional.

Yoon Hyeon-jong (Kim Sang-kyung), mantan pemain bulu tangkis terbaik di kotanya, kini beralih profesi menjadi pelatih di sebuah sekolah menengah di Haenam. Namun, klub bulu tangkis di sekolah tersebut berada dalam kondisi yang buruk, hanya memiliki empat anggota: Yoon Hae-kang (Tang Joon-sang), Bang Yoon-dam (Son Sang-yeon), Na Woo-chan (Choi Hyun-wook), dan Lee Yong-tae (Kim Kang-hoon).

Mereka berjuang bersama untuk mengangkat nama klub mereka.

Racket Boys dapat disaksikan di Netflix.

5. Love All Play (Going to You at a Speed of 493km)

Drama ini berfokus pada kisah dua pemain ganda campuran tim bulu tangkis Korea yang memiliki kepribadian bertolak belakang, tetapi perlahan mulai tumbuh perasaan satu sama lain.

Park Tae-yang (Park Ju-hyun) adalah atlet bulu tangkis berbakat yang sempat hampir masuk Olimpiade. Namun, karena sebuah skandal, ia terpaksa mundur dari dunia olahraga.

Setelah menghilang selama tiga tahun, Tae-yang kembali ke lapangan dan berpasangan dengan Park Tae-joon (Chae Jong-hyeop) dalam tim ganda campuran. Hubungan keduanya semakin berkembang, baik di dalam maupun di luar lapangan.

Love All Play dapat ditonton di Disney+.

Adolescence: Drama Netflix yang Mengguncang dengan Kisah Tragis dan Teknik Sinematografi Unik

Serial terbaru Netflix, Adolescence, mendapat perhatian besar dari kritikus dan penonton berkat alur cerita yang kuat dan pendekatan sinematografi yang unik. Drama Inggris empat episode ini berhasil menjadi salah satu tontonan paling populer di dunia sejak dirilis pekan lalu. Setiap episodenya direkam dalam satu pengambilan gambar tanpa putus, memberikan pengalaman yang intens dan imersif bagi penonton.

Kisahnya berpusat pada pembunuhan seorang gadis remaja dan penangkapan seorang bocah 13 tahun bernama Jamie yang diperankan oleh Owen Cooper. Stephen Graham berperan sebagai ayah Jamie, sementara drama ini menyoroti dampak negatif media sosial serta pengaruh figur misoginis terhadap remaja laki-laki. Serial ini lahir dari keprihatinan Graham setelah membaca berita tentang anak-anak yang melakukan tindakan kekerasan serupa, mendorongnya untuk mengangkat isu ini ke dalam sebuah cerita yang menyentuh dan menggugah.

Kritikus memberikan pujian tinggi terhadap Adolescence. Tom Peck dari The Times menyebutnya “sangat sempurna”, sementara Lucy Mangan dari The Guardian menilainya sebagai pencapaian luar biasa dalam dunia televisi. Sutradara Paul Feig bahkan menyebut episode pertamanya sebagai “salah satu tontonan terbaik dalam sejarah televisi”. Kritik sosial yang tajam dan akting luar biasa dari para pemain, terutama Cooper yang tampil mengesankan di usia 15 tahun, semakin memperkuat kesan mendalam yang ditinggalkan oleh drama ini.

Drama ini tidak menawarkan solusi terhadap masalah yang diangkatnya, tetapi lebih kepada refleksi tentang meningkatnya misogini di kalangan anak muda. Beberapa kritikus menilai bahwa Adolescence menjadi karya yang relevan dan penting untuk membangkitkan diskusi mengenai pengaruh media sosial dalam kehidupan remaja. Dengan alur cerita yang menyentuh, teknik pengambilan gambar unik, serta penampilan para aktor yang luar biasa, serial ini disebut sebagai salah satu drama televisi terbaik tahun ini.

Can Yaman Kembali ke Layar Kaca Lewat Serial Epik “El Turco”

Aktor Turki, Can Yaman, akhirnya kembali ke dunia hiburan setelah tiga tahun vakum. Kali ini, ia hadir dalam serial besar berjudul El Turco, yang tayang perdana pada 21 Maret. Serial ini terdiri dari enam episode dan mengangkat kisah seorang tokoh legendaris dari sejarah Turki. Sebagai produksi berskala internasional, El Turco melibatkan aktor dari sembilan negara dan tersedia di berbagai platform streaming di negara seperti Rumania, Rusia, dan Brasil.

Dalam serial ini, Yaman memerankan Hasan Balaban, seorang prajurit Ottoman abad ke-17 yang terluka dan terdampar di desa Moena, Italia, selama kampanye Kekaisaran Ottoman untuk menaklukkan Wina pada tahun 1683. Keberadaannya di desa tersebut membuatnya dijuluki “El Turco” dan menjadikannya pahlawan lokal. Peran ini sangat spesial bagi Yaman karena menjadikannya aktor utama dalam serial Turki yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa utama.

Dalam wawancaranya dengan Variety, Yaman mengungkapkan ketertarikannya pada peran ini karena memiliki keterkaitan dengan sejarah pribadinya. Ia menjelaskan bahwa Moena kini merupakan destinasi ski terkenal, tetapi banyak penduduknya masih merasa memiliki ikatan dengan Turki. Setiap tahun, desa ini mengadakan pekan budaya Turki dengan pengibaran bendera Turki dan penghormatan terhadap sosok Hasan Balaban.

Dari trailer yang telah dirilis, El Turco menampilkan perpaduan antara sejarah, aksi, dan romansa. Salah satu hubungan yang menjadi sorotan dalam cerita adalah antara karakter yang diperankan oleh Yaman dan Greta Ferro. Serial ini mulai tersedia di berbagai negara pada 21 Maret, meskipun jadwal tayang untuk wilayah Amerika Serikat masih belum diumumkan.

Masa Depan Drama Mesir: Sensor Ketat dan Kontrol Pemerintah

Industri film dan televisi di Mesir diperkirakan akan menghadapi pembatasan lebih ketat setelah Presiden Abdel Fattah Al-Sisi mengkritik tayangan Ramadan tahun ini karena dinilai memberikan gambaran negatif tentang masyarakat Mesir. Menanggapi pernyataan tersebut, Perdana Menteri Mostafa Madbouly mengumumkan pembentukan komite yang akan mengawasi produksi drama agar sejalan dengan visi presiden.

Dalam acara buka puasa tahunan militer pada Senin lalu, Al-Sisi mengecam penggunaan humor yang dianggap tidak sopan serta penggambaran kekerasan di televisi Mesir, yang menurutnya tidak mencerminkan nilai-nilai budaya setempat. Meski tidak menyebutkan judul tertentu, ia menyoroti Qatayef—program YouTube bertema pengembangan diri dan isu keagamaan—sebagai contoh ideal untuk produksi masa depan.

Beberapa serial tahun ini menuai kontroversi. Lembaga Al Azhar bahkan mengeluarkan fatwa yang melarang tayangan Muawiya, produksi jaringan MBC dari Arab Saudi, karena dianggap menampilkan tokoh sahabat Nabi secara tidak pantas. Sementara itu, Ish Ish, drama tentang seorang penari perut yang berjuang menghadapi tekanan hidup, mendapat kecaman dan seruan boikot sebelum tayang. Kehebohan ini memuncak ketika sutradara Ish Ish, Mohamed Sami, mengumumkan pengunduran dirinya dari industri dan kepergiannya dari Mesir.

Keputusan untuk mengontrol lebih ketat dunia hiburan menambah daftar panjang sensor di negara yang sudah memiliki regulasi media paling ketat di dunia. Industri pertelevisian di Mesir sendiri berada di bawah kendali intelijen negara melalui konglomerat media United Media Services, yang menguasai sebagian besar saluran berita dan produksi drama.

Sebagai tindak lanjut, Ketua Otoritas Media Nasional, Ahmed Al-Moslemany, mengungkapkan bahwa konvensi bertajuk Masa Depan Drama di Mesir akan digelar pada April. Acara ini akan membahas cara menekan gelombang kekerasan, kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, konflik sosial, bahasa kasar, serta perilaku menyimpang yang dianggap merusak nilai-nilai keluarga. Tokoh industri, psikolog, sosiolog, serta pakar politik dan ekonomi akan diundang untuk berpartisipasi.

Selain itu, Dewan Tertinggi Regulasi Media juga tengah menyusun laporan terkait konten yang ditayangkan di kanal Mesir dan Saudi. Sumber dari United Media Services menyebutkan bahwa perusahaan tersebut kini lebih berhati-hati dalam memproduksi konten agar tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah.

Jonathan Majors Bangkit dari Keterpurukan Lewat “Magazine Dreams”

Jonathan Majors, aktor yang kariernya sempat hancur akibat kasus hukum yang menimpanya, kini mencoba bangkit melalui film “Magazine Dreams”. Setelah kehilangan perannya sebagai Kang the Conqueror di Marvel Cinematic Universe (MCU), Majors menemukan harapan baru saat Briarcliff Entertainment mengambil alih distribusi film yang sebelumnya dibatalkan oleh Searchlight Pictures. Film ini akhirnya dijadwalkan rilis pada Jumat.

Majors mengungkapkan bahwa “Magazine Dreams” adalah bentuk refleksi atas kompleksitas manusia, menggambarkan perjalanan emosional seorang binaragawan yang menghadapi berbagai tantangan hidup. Ia menyebut film ini sebagai “surat cinta kepada umat manusia” yang mengeksplorasi sisi baik dan buruk seseorang. Namun, adegan kekerasan dalam film ini menuai perdebatan karena dianggap mencerminkan kehidupan pribadinya yang penuh kontroversi.

Majors menegaskan bahwa ia telah melalui proses pembelajaran setelah persidangan yang mengguncang kariernya. Ia juga menyoroti pentingnya membangun hubungan sehat dan mengubah pandangan terhadap maskulinitas yang lebih manusiawi. Meski terus membantah tuduhan yang dialamatkan kepadanya, rekaman audio terbaru yang bertentangan dengan pernyataannya semakin memperumit situasi.

Aktor yang kini tampak lebih kurus dengan tato “Kelahiran Kembali” di lehernya itu mengakui peran besar tunangannya, Meagan Good, dan orang-orang terdekat dalam mendukungnya melewati masa sulit. Majors sebelumnya dikenal luas setelah memerankan Kang di “Ant-Man and the Wasp: Quantumania”, namun kariernya runtuh usai ditangkap karena dugaan kekerasan terhadap mantan pacarnya, Grace Jabbari. Akibatnya, Marvel mencoret namanya dari proyek mendatang, dan berbagai film yang melibatkannya juga batal diproduksi.

Disney Pixar Konfirmasi Sekuel “Coco”, Siap Tayang di 2029

Disney Pixar secara resmi mengumumkan bahwa sekuel dari film animasi sukses mereka, “Coco,” sedang dalam tahap pengembangan di Pixar Animation Studios. Kabar ini disampaikan langsung oleh CEO Disney, Bob Iger, dalam rapat tahunan pemegang saham perusahaan. Sekuel tersebut masih berada dalam tahap awal produksi dan dijadwalkan untuk tayang di bioskop pada tahun 2029.

Meskipun belum banyak detail yang diungkap, Iger memastikan bahwa film ini akan kembali menghadirkan kisah penuh emosi, humor, dan petualangan yang menjadi ciri khas Pixar. Tim kreatif dari film pertama akan kembali terlibat dalam proyek ini, termasuk sutradara Lee Unkrich dan Adrian Molina, serta produser Mark Nielsen yang sebelumnya menggarap “Toy Story 4” dan “Inside Out 2.”

Film “Coco” pertama kali dirilis pada tahun 2017 dan mengisahkan perjalanan Miguel, seorang anak berusia 12 tahun yang bercita-cita menjadi musisi meskipun keluarganya melarang musik dalam kehidupan mereka. Pada perayaan Dia de Los Muertos, Miguel secara ajaib memasuki Negeri Orang Mati untuk mengungkap rahasia leluhurnya dan mencari restu dari kakek buyutnya yang telah meninggal.

Kesuksesan “Coco” tak hanya terbukti dari popularitasnya, tetapi juga dari berbagai penghargaan yang diraihnya. Film ini memenangkan dua Academy Awards untuk kategori Film Animasi Terbaik dan Lagu Orisinal Terbaik melalui “Remember Me” yang diciptakan oleh Robert Lopez dan Kristen Anderson-Lopez. Selain itu, “Coco” juga menyabet penghargaan Golden Globe, BAFTA, dan Critics’ Choice untuk kategori film animasi terbaik.