Manga atau Manhwa: Mana yang Lebih Unggul?

Buat kalian yang penggemar manga, tapi juga mulai tertarik dengan manhwa (komik asal Korea), mungkin kalian sering bingung memilih mana yang harus dibaca. Namun, jangan khawatir! Kedua jenis komik ini punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Belakangan ini, adaptasi anime dari manhwa seperti Solo Leveling dan Tower of God tengah ramai dibicarakan. Penerbit Jepang, Shueisha, bahkan sudah mengakui bahwa webtoon asal Korea ini menjadi pesaing serius sekaligus peluang baru untuk ekspansi.

Shueisha juga mengungkapkan bahwa mereka baru saja merilis JUMP TOON, sebuah platform yang kini menampilkan judul-judul manga seperti Haikyuu, Hell’s Paradise, dan Blue Box.

1. Sejarah Manhwa dan Manga

Manga di Jepang memiliki sejarah yang panjang, yang kabarnya bisa ditelusuri sejak pasca Perang Dunia Kedua. Beberapa karya populer seperti Astro Boy dan Kimba the White Lion karya Osamu Tezuka, serta Sazae-san karya Machiko Hasegawa, tercatat sebagai manga terkemuka pada awalnya.

Sebenarnya, konsep manga sudah ada jauh sebelum itu, dengan gulungan bergambar yang sudah dikenal sejak periode Edo (1603-1868). Namun, istilah ‘manga’ serta industri terkait baru berkembang pada tahun 1945. Lalu, bagaimana dengan manhwa?

Manhwa berasal dari Korea dan sudah dikenal sejak dekade 1920-an. Asalnya adalah kartun anak-anak yang mulai populer di era Perang Korea. Namun, manhwa yang dikenal saat ini, yaitu webtoon, baru muncul pada awal 2000-an.

Sejak saat itu, manhwa dan webtoon hampir menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan, meskipun sekarang istilah webtoon lebih sering merujuk pada komik digital.

2. Perbedaan Manhwa dan Manga

Selain perbedaan asal negara (Korea dan Jepang), ada beberapa perbedaan lain yang mencolok. Salah satunya adalah cara pembacaannya. Manga biasanya terbit dengan format tradisional yang dibaca dari kanan ke kiri. Beberapa manga, seperti Dragon Ball, bahkan dilengkapi dengan tanda panah di bagian atas halaman untuk menunjukkan arah pembacaan.

Di sisi lain, manhwa dan webtoon sepenuhnya dibuat secara digital dan umumnya berwarna. Beberapa masih ada yang hitam putih, tetapi mayoritas webtoon berwarna. Selain itu, manhwa juga dibaca secara vertikal dari atas ke bawah, yang membuatnya sangat cocok untuk dibaca di perangkat mobile, sehingga mendapat julukan “smartoon” di Jepang.

3. Gaya Seni Manhwa dan Manga

Dari segi gaya seni, manga dikenal memiliki variasi yang sangat kaya, baik dalam desain karakter, gaya seni, maupun alur cerita. Setiap mangaka memiliki ciri khasnya masing-masing dalam karya mereka.

Berbeda dengan manga, manhwa memiliki gaya seni yang lebih homogen, terutama pada genre fantasi aksi. Karakter-karakter dalam manhwa biasanya digambarkan dengan fitur seperti dagu lancip, rambut tebal, dan mata yang tajam, seperti yang dapat ditemukan dalam Solo Leveling, yang juga memiliki tema fantasi kekuatan dan balas dendam.

4. Aksesibilitas Manhwa dan Manga

Dari sisi aksesibilitas, manhwa dan webtoon jelas memiliki keuntungan. Webtoon lebih mudah diakses melalui ponsel karena sudah tersedia dalam format digital, sehingga kalian bisa membaca kapan saja dan di mana saja. Sebaliknya, manga lebih sering dibeli dalam bentuk cetak atau dibaca secara digital lewat platform seperti MANGAPlus.

Semoga informasi ini membantu kalian yang sedang bingung memilih antara manga dan manhwa!

Final Destination: Bloodlines Pecahkan Rekor, Siap Hadirkan Teror Baru

Trailer terbaru Final Destination: Bloodlines berhasil mencetak rekor sebagai trailer film horor kedua yang paling banyak ditonton dalam 24 jam pertama. Dengan total 178,7 juta penayangan di berbagai platform global, film ini berhasil melampaui capaian 28 Years Later, meski masih berada di bawah IT (2017) yang memegang rekor tertinggi. Antusiasme besar ini menandakan tingginya minat terhadap kebangkitan kembali waralaba Final Destination setelah lebih dari satu dekade vakum.

Film ini menghadirkan kisah baru tentang sebuah keluarga yang terus-menerus dihantui oleh kematian setelah nenek mereka berhasil menghindari takdirnya bertahun-tahun lalu. Final Destination: Bloodlines dijadwalkan tayang di Indonesia pada 14 Mei, membawa kembali elemen-elemen khas yang menjadikan waralaba ini begitu legendaris di dunia horor. Selain itu, film ini juga menjadi momen emosional bagi para penggemar karena menampilkan penampilan terakhir Tony Todd sebagai William Bludworth, sosok misterius yang telah menjadi ikon dalam seri ini. Todd, yang meninggal pada November tahun lalu di usia 69 tahun, sebelumnya berperan dalam empat film Final Destination serta menjadi pengisi suara di film ketiga.

Sutradara Jordan Peele turut memberikan penghormatan kepada Todd atas kontribusinya dalam dunia horor, menyatakan bahwa ia adalah sosok ikonik yang memberi representasi berbeda dalam genre ini. Aktor dan pengisi suara Troy Baker juga mengenang Todd sebagai seorang profesional sejati yang selalu mengutamakan karakter dan cerita. Dengan cerita segar dan atmosfer mencekam khas waralaba Final Destination, Bloodlines diharapkan dapat memberikan pengalaman horor yang intens bagi para penonton saat perilisannya pada Mei mendatang.

Film “1 Kakak 7 Ponakan” Sentuh Budaya Keluarga Indonesia, Menbud Fadli Zon Beri Apresiasi

Setelah menyaksikan film “1 Kakak 7 Ponakan” (SaKaTuPu), Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon mengungkapkan apresiasinya terhadap film yang diadaptasi dari sinetron populer era 90-an tersebut. Ia menilai bahwa film ini mencerminkan eratnya budaya kekeluargaan di Indonesia, yang berbeda dengan masyarakat Barat yang lebih individualis. Menurutnya, film ini menggambarkan dengan baik bagaimana keluarga di Indonesia selalu mengutamakan kebersamaan dan gotong royong.

Film berdurasi 131 menit ini menghadirkan banyak pesan moral tentang pentingnya peran keluarga dalam kehidupan. Fadli menyoroti bagaimana anak tertua dalam keluarga sering kali harus mengambil tanggung jawab besar untuk mengurus saudara-saudaranya. Kisah ini diperlihatkan melalui tokoh utama, Hendarmoko, seorang arsitek muda yang tengah mengejar impiannya. Namun, ketika ia mendapatkan peluang besar dalam kariernya, ia harus menghadapi kenyataan pahit setelah kehilangan kakak-kakaknya secara mendadak. Situasi ini memaksanya memilih antara mengejar ambisi atau merawat keponakan-keponakannya yang kini yatim piatu.

Fadli menonton film ini dalam sesi pemutaran privat yang diadakan oleh produser Manoj Samtani di Studio Premiere XXI, Lippo Mall Kemang, Jakarta, pada Jumat (28/3). Film ini sebelumnya juga telah diputar perdana di Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) pada 7 Desember 2024. Ia berharap film ini dapat ditonton oleh lebih banyak masyarakat karena menyajikan kisah yang menyentuh dan relevan dengan kehidupan banyak orang di Indonesia, khususnya mereka yang berada dalam posisi sebagai generasi “sandwich”.

Menjelang perayaan Hari Film Nasional pada 30 Maret, Fadli juga mengajak masyarakat untuk semakin mendukung industri perfilman Indonesia dengan lebih sering menonton film produksi dalam negeri. Ia menegaskan bahwa film adalah salah satu bentuk ekspresi budaya yang sangat kuat karena menggabungkan berbagai elemen seni, mulai dari akting, musik, hingga sejarah. Dengan meningkatnya jumlah penonton film Indonesia yang telah mencapai 72 juta orang hingga akhir November 2024, Fadli berharap industri film Tanah Air semakin berkembang, termasuk dengan lebih banyaknya produksi film biopik yang menyoroti kisah inspiratif tokoh-tokoh besar Indonesia.

Surga di Telapak Kaki Bapak: Kisah Emosional Seorang Ayah Menemani Anak Setelah Kehilangan Istri

Surga di Telapak Kaki Bapak adalah film drama terbaru yang mulai tayang pada 28 Maret 2025 di KlikFilm. Film ini bisa menjadi pilihan menarik untuk menemani waktu menjelang Lebaran. Mengisahkan perjalanan hidup Nawawi, yang diperankan oleh Surya Saputra, dalam merawat kedua anaknya, Dinar dan Adi, setelah istrinya, Imah, meninggal dunia.

Nawawi berusaha mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh Imah, dengan berperan sebagai sosok ayah sekaligus ibu bagi anak-anaknya, sambil berjuang dengan tantangan emosional dan perubahan dinamika keluarga yang terjadi.

Film ini dihasilkan dari sebuah lomba penulisan skrip yang diadakan oleh Kwikku dan Falcon Pictures pada 2022, lalu dikembangkan menjadi sebuah karya yang mengharukan dan penuh makna. Dengan sentuhan sutradara Eman Pradipta dan penulis cerita Ari Keling, film ini menggali tema kehilangan, serta menggambarkan bagaimana sebuah keluarga berusaha beradaptasi dalam menghadapi duka, sekaligus menunjukkan kekuatan keluarga dalam melewati masa-masa sulit.

Performa Surya Saputra sebagai Nawawi begitu menyentuh, mampu mengekspresikan emosi yang mendalam hanya dengan tatapan kosong atau senyuman pahit. Hubungan yang terjalin antara Surya dengan Claresta Taufan dan Muzakki Ramdhan, yang memerankan anak-anaknya, terasa sangat alami dan kuat, membuat setiap momen keluarga terasa sangat hidup dan realistis.

Selain itu, sinematografi dalam film ini juga patut mendapat pujian. Dengan gaya yang sederhana namun artistik, film ini berhasil menangkap setiap nuansa kesedihan dan kehangatan yang dialami oleh keluarga Nawawi. Ditambah dengan musik pengiring yang mendalam, suasana emosional dalam film ini semakin membuat hati terharu.

Surga di Telapak Kaki Bapak bukan hanya mengisahkan tentang kehilangan dan duka, tetapi juga tentang keteguhan hati seorang ayah yang berjuang menjaga anak-anaknya tetap tegar di tengah cobaan hidup. Film ini mengingatkan kita tentang pentingnya kasih sayang dan dukungan dalam keluarga, serta bagaimana cinta seorang ayah mampu menjadi penghiburan di saat-saat sulit.

Film ini sangat direkomendasikan untuk ditonton bersama keluarga, terutama bagi mereka yang ingin merasakan hangatnya cinta keluarga dan memahami perjuangan seorang ayah.

Selain itu, Surga di Telapak Kaki Bapak bukan hanya sekadar mengundang air mata, tetapi juga meninggalkan rasa hangat yang mendalam. Ini menjadi salah satu dari empat film Indonesia yang tayang di platform OTT menjelang Lebaran 2025, bersama dengan film Doa-doa di Atas Kepala, Keluarga Besar, dan Misteri Bilik Korek Api.

Scooby-Doo Kembali! Netflix Hadirkan Serial Live-Action Pertama

Netflix resmi mengumumkan bahwa mereka akan menghadirkan serial live-action pertama dari waralaba animasi legendaris Scooby-Doo. Serial ini akan terdiri dari delapan episode dan diproduksi oleh Warner Bros. Television. Peter Friedlander, wakil presiden serial naskah di Netflix, mengungkapkan kegembiraannya atas proyek ini dan menegaskan bahwa Mystery Inc. siap kembali beraksi dalam format baru yang belum pernah ada sebelumnya.

Serial ini akan menggabungkan nuansa nostalgia bagi para penggemar lama serta memberikan pengalaman baru bagi generasi saat ini. Menurut Friedlander, waralaba Scooby-Doo telah memberikan pengaruh besar pada budaya populer dengan tema universal tentang persahabatan yang dicintai oleh berbagai generasi. Proyek ini juga melibatkan Greg Berlanti dan timnya di Berlanti Productions serta Midnight Radio, yang berkomitmen menghadirkan petualangan seru bagi semua penonton.

Josh Appelbaum dan Scott Rosenberg dipercaya sebagai penulis naskah sekaligus showrunner, serta bertindak sebagai produser eksekutif bersama André Nemec dan Jeff Pinkner. Berlanti, Sarah Schechter, dan Leigh London Redman juga turut serta dalam produksi. Berlanti menyebut bahwa tim kreatif telah berhasil menangkap semangat luar biasa dari waralaba ini dan menyampaikan apresiasi kepada Netflix dan Warner Bros. atas kolaborasi mereka.

Serial ini akan mengangkat kembali petualangan Shaggy, Daphne, Velma, dan Fred yang berusaha mengungkap misteri di sebuah perkemahan musim panas. Mereka akan menemukan seekor anak anjing Great Dane yang tampaknya menjadi saksi dari sebuah kasus supranatural yang menyeramkan. Ini menjadi penggambaran ulang modern dari kisah klasik yang telah dikenal selama bertahun-tahun.

Sebelumnya, waralaba Scooby-Doo telah beberapa kali diadaptasi ke layar lebar, termasuk film tahun 2002 yang sukses besar dengan pendapatan lebih dari 250 juta dolar AS. Selain itu, berbagai serial animasi juga telah dirilis sejak akhir 1960-an dengan berbagai versi yang terus berkembang. Kini, dengan hadirnya serial live-action terbaru ini, Netflix berupaya menghadirkan kembali semangat Mystery Inc. ke dalam format baru yang lebih segar dan mendebarkan.

Lili Reinhart Raih Penghargaan Aktris Terbaik di Series Mania 2025

Lili Reinhart berhasil meraih penghargaan Aktris Terbaik di Series Mania 2025, festival serial televisi terbesar di Eropa, berkat perannya dalam “Hal & Harper.” Sementara itu, Spanyol mencetak kemenangan bersejarah dengan dua penghargaan utama, yakni Grand Prize untuk “Querer” karya Alauda Ruiz de Azua dan Seri Terbaik untuk “Celeste” garapan Diego San José. Keberhasilan ini semakin mengukuhkan posisi Spanyol dalam industri serial global.

Penghargaan bergengsi lainnya jatuh kepada Florence Longpré dengan serial “Empathy,” yang berhasil memenangkan Audience Award. Di sisi lain, naskah terbaik diberikan kepada Moshe Zonder dan Ronit Weiss Berkowitz untuk serial “The German,” sementara Luca Marinelli memenangkan kategori Aktor Terbaik atas perannya sebagai Benito Mussolini dalam “M: Son of the Century.” Keberhasilan festival ini ditandai dengan peningkatan jumlah penonton yang mencapai lebih dari 108.000 orang serta pertumbuhan signifikan dalam kehadiran delegasi industri hingga 5.000 peserta, menjadikan Series Mania sebagai pusat utama pasar dan kerja sama produksi serial di Eropa.

Serial pemenang lainnya, “Hal & Harper,” menampilkan kisah emosional dua saudara yang masih terjebak dalam trauma masa lalu. Reinhart memukau penonton dengan kemampuannya memerankan Harper baik di masa dewasa maupun saat masih berusia sembilan tahun. Sementara itu, “Querer” menghadirkan drama keluarga yang mengisahkan perjuangan seorang wanita yang berusaha keluar dari hubungan penuh kekerasan setelah 30 tahun mengalami pelecehan. “Empathy,” yang memadukan komedi dan drama, menampilkan kisah seorang psikolog yang berusaha bangkit dari kehilangan besar di tengah pekerjaannya di sebuah institut kejiwaan di Montreal.

Dari Lionsgate Television, “The German” membawa ketegangan dalam kisah seorang mantan penjaga Auschwitz yang kini menjadi pahlawan perang Israel, tetapi harus menghadapi masa lalunya dalam misi untuk menangkap penjahat perang Nazi, Josef Mengele. Sementara itu, Marinelli tampil luar biasa sebagai Mussolini, menangkap sisi konyol dan manipulatif sang diktator dalam penampilannya yang penuh energi.

Penghargaan juga diberikan kepada Carmen Machi sebagai Aktris Terbaik di kategori Panorama Internasional berkat perannya dalam “Celeste,” sebuah drama komedi tentang seorang inspektur pajak yang menghadapi kasus penipuan seorang penyanyi terkenal. Selain itu, “The Deal,” yang mengisahkan negosiasi nuklir antara AS dan Iran pada 2015, menerima pujian khusus dari juri.

Festival ini semakin menegaskan keberagaman dalam industri serial dengan mengapresiasi karya dari berbagai negara, termasuk Amerika, Israel, Aljazair, dan Iran. Laurence Herszberg, pendiri dan direktur Series Mania, menegaskan bahwa festival ini semakin menjadi wadah utama bagi serial-serial berkualitas di kancah internasional. Series Mania juga telah mengumumkan tanggal edisi berikutnya, yang akan berlangsung pada 20-27 Maret 2026, dengan Forum industri digelar pada 24-26 Maret.

Kemana Arah Ryomen Sukuna Setelah Akhir Manga Jujutsu Kaisen?

Manga Jujutsu Kaisen telah mencapai akhir ceritanya. Pada penutupan cerita, setelah kekalahan Ryomen Sukuna, hanya jari-jarinya yang tersisa dalam peti mati. Lantas, ke mana sebenarnya Sukuna pergi?

Epilog cerita Jujutsu Kaisen mengungkapkan bahwa jiwa Sukuna dan Uraume menuju ke utara. Kedua karakter ini memang memiliki hubungan yang erat sepanjang hidup mereka.

Uraume, seorang wanita misterius, selalu berada dalam kehidupan Sukuna. Meskipun jalan yang mereka tempuh penuh dengan kematian dan penderitaan, Sukuna merasa cukup bahagia karena menemukan ikatan persahabatan dengan Uraume.

Di awal cerita Jujutsu Kaisen, Sukuna pertama kali bertemu dengan Uraume, yang secara tak sengaja menyebabkan kematian orang tua mereka menggunakan teknik kutukan Formasi Es yang masih belum sempurna.

Sukuna kemudian mengambil Uraume di bawah lindungannya, awalnya menugaskan Uraume untuk mengawetkan dagingnya, namun seiring berjalannya waktu, hubungan mereka berkembang menjadi hubungan yang lebih tulus.

Salah satu momen terakhir adalah percakapan antara Sukuna dan Uraume, di mana Uraume bertanya mengapa Sukuna tidak merasa kedinginan meskipun berada dekat dengannya. Sukuna justru membalikkan pertanyaan itu.

Penafsiran yang umum adalah bahwa Sukuna dan Uraume tidak pernah merasa kesepian lagi. Jiwa mereka kembali bersama di alam lain.

Alan Cumming Kembali Sebagai Nightcrawler di “Avengers: Doomsday”, Marvel Siapkan Crossover Epik

Alan Cumming, yang dikenal lewat perannya sebagai Nightcrawler dalam film X2 (2003), dipastikan kembali memerankan karakter tersebut dalam film terbaru Marvel Studios, Avengers: Doomsday. Kabar ini muncul setelah keberhasilannya sebagai pembawa acara reality show The Traitors, yang bahkan membawanya meraih penghargaan Emmy. Kehadirannya kembali sebagai Nightcrawler pun semakin menambah daftar panjang karakter ikonik yang kembali ke layar lebar.

Dalam X2, Nightcrawler dikenal dengan kemampuan teleportasi yang membuatnya menonjol meskipun hanya tampil dalam durasi terbatas. Marvel Studios tampaknya ingin menghidupkan kembali nostalgia penggemar dengan mengembalikan banyak aktor dari era X-Men besutan 20th Century Fox. Selain Cumming, beberapa aktor lain seperti Patrick Stewart (Profesor-X), Ian McKellen (Magneto), Rebecca Romijn (Mystique), dan James Marsden (Cyclops) juga dikabarkan akan bergabung dalam proyek ini.

Tak hanya dari X-Men, Avengers: Doomsday juga akan menjadi ajang pertemuan berbagai karakter dari waralaba Marvel lainnya, termasuk tokoh dari Captain America: Brave New World, Black Panther: Wakanda Forever, Thunderbolts, Ant-Man & The Wasp, Thor, Shang-Chi, dan Fantastic Four. Beberapa pemeran baru yang dipastikan tampil antara lainPedro Pascal akan berperan sebagai Mr. Fantastic, sementara Vanessa Kirby memerankan The Invisible Woman. Ebon Moss-Bachrach dipercaya untuk membawakan karakter The Thing, dan Joseph Quinn akan tampil sebagai The Human Torch.

Selain itu, Channing Tatum yang akan memerankan Gambit dipastikan muncul setelah debutnya di Deadpool & Wolverine. Kejutan lain datang dari Robert Downey Jr., yang kembali sebagai Iron Man setelah terakhir tampil di Avengers: Endgame (2019). Film ini pertama kali diumumkan di San Diego Comic-Con 2024 dan dijadwalkan tayang pada 1 Mei 2026, sebelum dilanjutkan dengan Avengers: Secret Wars pada 7 Mei 2027, dengan Russo Brothers sebagai sutradaranya.

Snow White 2025: Ketika Eksperimen Modernisasi Berujung Kegagalan

Disney menghadapi pukulan besar dengan kegagalan komersial dari adaptasi live-action Snow White tahun 2025. Film ini menerima ulasan negatif dan tampil buruk di box office, memicu diskusi luas mengenai keputusan kreatif yang diambil. Salah satu aspek yang paling disorot adalah perubahan signifikan terhadap materi sumber yang ikonik. Pemilihan Rachel Zegler sebagai pemeran utama menimbulkan kontroversi, karena banyak yang merasa karakter Snow White seharusnya tetap sesuai dengan deskripsi klasiknya. Selain itu, pernyataan Zegler yang mengkritik film animasi tahun 1937 dianggap meremehkan warisan Disney, membuat sebagian besar penggemar merasa terasing.

Tak hanya aspek pemeran, perubahan naratif juga menjadi faktor yang memperburuk penerimaan film ini. Snow White tidak lagi menunggu pangeran, tetapi diceritakan sebagai seorang pemimpin pemberontakan. Nama Snow White yang sebelumnya merujuk pada kulitnya kini diubah menjadi simbol badai salju saat kelahirannya. Tak hanya itu, penghapusan karakter tujuh kurcaci yang digantikan dengan makhluk CGI beragam juga memicu kritik luas. Banyak yang menganggap pendekatan ini sebagai pemaksaan agenda modern tanpa mempertimbangkan daya tarik asli cerita.

Kegagalan Snow White bukanlah yang pertama bagi Disney dalam tren adaptasi live-action. Beberapa film seperti Mulan (2020) dan Pinocchio (2022) juga mengalami nasib serupa. Kritik terhadap CGI yang kurang meyakinkan, perubahan karakter yang tidak sesuai ekspektasi, serta hilangnya elemen nostalgia menjadi pola berulang yang merusak citra Disney. Kegagalan ini memperlihatkan bahwa inovasi tanpa mempertimbangkan esensi cerita dapat berujung pada penolakan dari penonton setia.

Musuh Baru Luffy Terungkap di Chapter 1143 Manga One Piece

Cerita dalam manga dan anime One Piece saat ini berlangsung di Pulau Elbaf, di mana Luffy dan kawan-kawan bertemu dengan para Raksasa. Setelah Loki berhasil membebaskan dirinya dari ikatan rantai, pertempuran besar pun tidak terhindarkan di Elbaf.

Saat ini, Luffy menghadapi tantangan besar dengan lawan yang kuat. Yang mengejutkan, bukan Loki yang menjadi musuh utama, melainkan St. Killingham, salah satu Ksatria Suci yang baru saja diperkenalkan dalam chapter terbaru manga.

Fakta ini terungkap dalam chapter 1143 One Piece, di mana St. Killingham diketahui memiliki buah Iblis tipe Zoan mistis, yaitu Naga-Naga: Kirin, yang memungkinkan penggunanya untuk menidurkan lawan dan mengubah mimpi mereka menjadi kenyataan.

Dalam chapter tersebut, St. Killingham menggunakan kekuatannya untuk membuat St. Sommers tertidur dalam waktu singkat dan mengeluarkan garam dari dalam mimpi yang diciptakannya.

Buah Iblis St. Sommers yang unik ini ternyata membuatnya menjadi pasangan yang cocok untuk Luffy, berkat kemiripannya dengan kemampuan Gear Five yang dimiliki oleh Luffy.

St. Killingham menjadi sosok yang menakutkan karena dialah yang mengendalikan makhluk-makhluk menyeramkan yang kini merusak Elbaf. Dengan perannya yang semakin penting, St. Killingham diprediksi akan menjadi rival yang kuat bagi Luffy dan kru Topi Jerami. Mungkin saja, Loki yang semula terlihat sebagai musuh, malah akan bergabung dengan Topi Jerami sebagai sekutu. Bagaimana menurut pemirsa.