Jumbo, Film Animasi Lokal yang Mencuri Hati Penonton Lebaran 2025

Film animasi Jumbo resmi tayang di bioskop sejak 31 Maret 2025, dan terus mencuri perhatian publik, terutama saat momen libur Lebaran. Banyak orang yang masih dalam perjalanan mudik atau belum sempat mengunjungi bioskop merasa penasaran hingga kapan film ini akan terus ditayangkan. Dalam dunia perfilman, khususnya film lokal, masa tayang awal biasanya berkisar selama tujuh hari. Namun, durasi tersebut bisa diperpanjang jika antusiasme penonton terus meningkat secara signifikan.

Berdasarkan data dari akun resmi Instagram @jumbofilm_id, dalam waktu tujuh hari pertama, film Jumbo berhasil menarik lebih dari satu juta penonton. Ini menjadi pencapaian luar biasa bagi dunia film animasi Indonesia. Selain kualitas visualnya yang tak kalah dengan film produksi luar negeri, Jumbo juga menyuguhkan cerita yang kuat, sarat pesan moral, dan relevan untuk berbagai kalangan usia, baik anak-anak maupun dewasa.

Film ini mengangkat kisah Don, seorang anak bertubuh besar yang sering merasa rendah diri karena penilaian orang lain. Ketika ia ingin membuktikan dirinya dalam sebuah pertunjukan, buku cerita peninggalan orang tuanya yang menjadi inspirasi justru dicuri oleh seorang perundung. Dalam keputusasaannya, Don bertemu dengan Meri, seorang peri kecil yang kemudian membantunya dalam pencarian penuh petualangan dan makna. Cerita ini mengajarkan bahwa setiap anak pantas merasa dicintai dan diterima.

Dengan pencapaian besar ini, besar kemungkinan Jumbo akan tayang lebih lama dari ketentuan biasa. Jadi, bagi yang belum menonton, masih ada waktu untuk menyaksikan karya anak bangsa yang satu ini.

Film “1 Kakak 7 Ponakan” Sentuh Budaya Keluarga Indonesia, Menbud Fadli Zon Beri Apresiasi

Setelah menyaksikan film “1 Kakak 7 Ponakan” (SaKaTuPu), Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon mengungkapkan apresiasinya terhadap film yang diadaptasi dari sinetron populer era 90-an tersebut. Ia menilai bahwa film ini mencerminkan eratnya budaya kekeluargaan di Indonesia, yang berbeda dengan masyarakat Barat yang lebih individualis. Menurutnya, film ini menggambarkan dengan baik bagaimana keluarga di Indonesia selalu mengutamakan kebersamaan dan gotong royong.

Film berdurasi 131 menit ini menghadirkan banyak pesan moral tentang pentingnya peran keluarga dalam kehidupan. Fadli menyoroti bagaimana anak tertua dalam keluarga sering kali harus mengambil tanggung jawab besar untuk mengurus saudara-saudaranya. Kisah ini diperlihatkan melalui tokoh utama, Hendarmoko, seorang arsitek muda yang tengah mengejar impiannya. Namun, ketika ia mendapatkan peluang besar dalam kariernya, ia harus menghadapi kenyataan pahit setelah kehilangan kakak-kakaknya secara mendadak. Situasi ini memaksanya memilih antara mengejar ambisi atau merawat keponakan-keponakannya yang kini yatim piatu.

Fadli menonton film ini dalam sesi pemutaran privat yang diadakan oleh produser Manoj Samtani di Studio Premiere XXI, Lippo Mall Kemang, Jakarta, pada Jumat (28/3). Film ini sebelumnya juga telah diputar perdana di Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) pada 7 Desember 2024. Ia berharap film ini dapat ditonton oleh lebih banyak masyarakat karena menyajikan kisah yang menyentuh dan relevan dengan kehidupan banyak orang di Indonesia, khususnya mereka yang berada dalam posisi sebagai generasi “sandwich”.

Menjelang perayaan Hari Film Nasional pada 30 Maret, Fadli juga mengajak masyarakat untuk semakin mendukung industri perfilman Indonesia dengan lebih sering menonton film produksi dalam negeri. Ia menegaskan bahwa film adalah salah satu bentuk ekspresi budaya yang sangat kuat karena menggabungkan berbagai elemen seni, mulai dari akting, musik, hingga sejarah. Dengan meningkatnya jumlah penonton film Indonesia yang telah mencapai 72 juta orang hingga akhir November 2024, Fadli berharap industri film Tanah Air semakin berkembang, termasuk dengan lebih banyaknya produksi film biopik yang menyoroti kisah inspiratif tokoh-tokoh besar Indonesia.