Snow White 2025: Ketika Eksperimen Modernisasi Berujung Kegagalan

Disney menghadapi pukulan besar dengan kegagalan komersial dari adaptasi live-action Snow White tahun 2025. Film ini menerima ulasan negatif dan tampil buruk di box office, memicu diskusi luas mengenai keputusan kreatif yang diambil. Salah satu aspek yang paling disorot adalah perubahan signifikan terhadap materi sumber yang ikonik. Pemilihan Rachel Zegler sebagai pemeran utama menimbulkan kontroversi, karena banyak yang merasa karakter Snow White seharusnya tetap sesuai dengan deskripsi klasiknya. Selain itu, pernyataan Zegler yang mengkritik film animasi tahun 1937 dianggap meremehkan warisan Disney, membuat sebagian besar penggemar merasa terasing.

Tak hanya aspek pemeran, perubahan naratif juga menjadi faktor yang memperburuk penerimaan film ini. Snow White tidak lagi menunggu pangeran, tetapi diceritakan sebagai seorang pemimpin pemberontakan. Nama Snow White yang sebelumnya merujuk pada kulitnya kini diubah menjadi simbol badai salju saat kelahirannya. Tak hanya itu, penghapusan karakter tujuh kurcaci yang digantikan dengan makhluk CGI beragam juga memicu kritik luas. Banyak yang menganggap pendekatan ini sebagai pemaksaan agenda modern tanpa mempertimbangkan daya tarik asli cerita.

Kegagalan Snow White bukanlah yang pertama bagi Disney dalam tren adaptasi live-action. Beberapa film seperti Mulan (2020) dan Pinocchio (2022) juga mengalami nasib serupa. Kritik terhadap CGI yang kurang meyakinkan, perubahan karakter yang tidak sesuai ekspektasi, serta hilangnya elemen nostalgia menjadi pola berulang yang merusak citra Disney. Kegagalan ini memperlihatkan bahwa inovasi tanpa mempertimbangkan esensi cerita dapat berujung pada penolakan dari penonton setia.

Deretan Serial Baru yang Siap Menghibur: Dari Dunia Balet hingga Petualangan Futuristik

Prime Video siap menyajikan serial terbaru berjudul Étoile, yang menggambarkan dunia balet kompetitif di New York dan Paris. Digarap oleh Amy Sherman-Palladino dan Daniel Palladino, pencipta The Marvelous Mrs. Maisel, serial ini mengisahkan dua perusahaan balet ternama yang melakukan pertukaran penari sebagai upaya terakhir menyelamatkan masa depan mereka. Beberapa aktor yang turut membintangi serial ini antara lain Luke Kirby, Gideon Glick, Charlotte Gainsbourg, Lou de Laâge, serta David Alvarez. Serial yang terdiri dari delapan episode ini akan tayang di Prime Video mulai 24 April.

Sementara itu, Bravo menghadirkan reality show terbaru bertajuk Bravo’s Love Hotel yang menampilkan bintang-bintang dari The Real Housewives, seperti Shannon Storms Beador, Gizelle Bryant, Ashley Darby, dan Luann de Lesseps. Mereka akan menjalani liburan di Los Cabos, Meksiko, dengan harapan menemukan cinta sejati. Reality show ini akan menampilkan bagaimana keempat wanita tersebut berinteraksi dengan para kandidat pasangan sebelum menentukan pilihan mereka. Diproduksi oleh Shed Media, acara ini akan tayang perdana pada 27 April pukul 9 malam ET/PT di Bravo.

Tak ketinggalan, Apple TV+ juga menghadirkan musim kedua dari WondLa, serial animasi berbasis novel The Search for WondLa karya Tony DiTerlizzi. Musim baru ini melanjutkan perjalanan Eva, seorang remaja 16 tahun yang masih mencari jawaban tentang asal-usulnya. Dengan tujuh episode berdurasi setengah jam, serial ini menghadirkan pengisi suara seperti Jeanine Mason, Brad Garrett, Gary Anthony Williams, Teri Hatcher, John Harlan Kim, dan Ana Villafañe. WondLa musim kedua akan tayang mulai 25 April di Apple TV+.

Perjalanan Linda di The Change: Revolusi Kecil yang Menggelitik dan Menginspirasi

Serial The Change kembali dengan musim keduanya, melanjutkan kisah Linda yang masih bertahan di Hutan Dean setelah menolak kembali ke kehidupan lamanya. Dengan waktu yang baru terpakai 4.320 menit dari total 3,5 juta menitnya sebagai ibu rumah tangga, Linda tetap teguh pada pendiriannya. Sementara itu, suaminya, Steve, masih dengan wajah belepotan selai, berusaha membawanya pulang. Namun, serial ini bukan hanya tentang menopause, tetapi juga menggali tema yang lebih luas seperti feminisme, komunitas, aktivisme, dan absurditas kehidupan domestik.

Musim kedua ini membawa konflik baru ketika Linda, yang kini dijuluki “Mick Lynch dari pekerjaan rumah tangga,” menghadapi pengadilan rakyat di kafe lokal. Hakim Joy, setelah mendengar pembelaan emosionalnya tentang beratnya tugas rumah tangga, memutuskan hasil voting yang nyaris sama dengan referendum Brexit: 48% menentang, 52% mendukung. Linda tetap tinggal! Dengan semangat revolusioner, para perempuan di kota mulai mencatat pekerjaan domestik mereka, mencetak kaus bertuliskan “Je suis Linda,” dan menuntut perubahan. Sementara itu, kaum pria akhirnya menyerah dan mengikuti program edukasi kebersihan bersama Pig Man.

Kisah ini semakin unik dengan episode bertema alam dan budaya. Dalam “Mycelium,” Linda mendapat pertanyaan tajam dari para perempuan yang mulai memasukkan aktivitas seksual ke dalam daftar pekerjaan rumah. “Jika terasa seperti tugas, masukkan saja,” jawabnya bijak. Sedangkan di “Psilocybin,” eels yang selama ini menjadi bahan makanan utama mulai langka, memicu pencarian alternatif vegan yang justru membuat para pria mengalami pengalaman psikedelik. Konflik memuncak saat para perempuan melakukan mogok kerja, memicu kekacauan rumah tangga yang bahkan membuat suaminya menggunakan satu kain lap untuk segalanya—sebuah mimpi buruk domestik yang mengerikan!

Dengan humor yang absurd dan cerdas, The Change berhasil menyentil berbagai isu sosial tanpa kehilangan sisi komedinya. Bridget Christie menghadirkan komedi yang unik, menggabungkan feminisme dengan kejenakaan khas Inggris. Dari sindiran terhadap budaya domestik hingga impian utopis tentang keadilan gender, serial ini adalah gambaran jenaka dari revolusi kecil yang bisa terjadi di sekitar kita.

Stephen Graham dan “Adolescence”: Deretan Film dan Serial yang Wajib Ditonton

Serial terbaru Stephen Graham, Adolescence, sukses mencuri perhatian penonton di seluruh dunia. Dengan tema yang kuat mengenai maskulinitas beracun, kekerasan terhadap perempuan, dan radikalisasi melalui internet, serial ini memicu diskusi luas. Digarap bersama Jack Thorne, yang sebelumnya berkolaborasi dengan Graham dalam beberapa proyek, Adolescence hanya memiliki empat episode, membuat banyak penonton segera mencari tontonan serupa setelah menyelesaikannya.

Bagi yang menginginkan tontonan dengan atmosfer dan kualitas yang sebanding, ada beberapa rekomendasi film dan serial yang dibintangi oleh Stephen Graham. Salah satunya adalah Boiling Point, sebuah film dan serial TV yang menggambarkan tekanan di dunia kuliner, di mana Graham memerankan seorang koki dengan ketegangan yang lebih intens dibandingkan The Bear. Selanjutnya, ada The Virtues, drama emosional yang mengikuti perjalanan seorang pria menghadapi masa lalunya yang kelam.

Graham juga tampil dalam Help, film yang berlatarkan pandemi COVID-19, serta This is England, yang menjadi batu loncatan dalam kariernya. Serial lain yang tak kalah menarik adalah The Walk-In, yang membahas infiltrasi ke dalam kelompok neo-Nazi, serta A Thousand Blows, drama berlatar era Victoria yang menampilkan Graham sebagai petarung jalanan.

Tak ketinggalan, ada Time, drama penjara yang menampilkan interaksi emosionalnya dengan Sean Bean, dan Snatch, film kriminal klasik karya Guy Ritchie. Graham juga tampil dalam film terbaru Blitz, yang menggambarkan London saat Perang Dunia II, serta Gangs of New York, di mana ia beradu akting dengan Leonardo DiCaprio dalam garapan Martin Scorsese. Dengan berbagai pilihan tontonan ini, penggemar Adolescence dapat terus menikmati akting memukau dari Stephen Graham dalam berbagai genre.

Adolescence: Drama Kelam yang Mengguncang Publik dan Deretan Tayangan Sejenis

Miniseri Inggris Adolescence menjadi perbincangan hangat karena menggali pengaruh budaya incel terhadap remaja laki-laki, dengan satu kasus tragis sebagai gambaran dari permasalahan sosial yang lebih luas. Serial empat episode ini mengikuti kisah Jamie, seorang bocah 13 tahun yang didakwa menikam teman perempuannya hingga tewas. Dengan gaya penceritaan unik yang menampilkan setiap episode dalam satu pengambilan gambar tanpa potongan, Adolescence mengupas isu kekerasan laki-laki, pengaruh media sosial, dan bahaya ideologi misoginis.

Ditulis oleh Jack Thorne bersama aktor Stephen Graham—yang juga berperan sebagai ayah Jamie—serial ini mendapat sambutan luar biasa dari kritikus dan penonton. Popularitasnya bahkan membuat pemerintah Inggris mempertimbangkan untuk menayangkannya di sekolah sebagai bagian dari edukasi tentang ekstremisme gender.

Bagi yang terkesan dengan Adolescence dan ingin menonton tayangan dengan tema serupa, ada beberapa pilihan menarik. Dokumenter The Secret World of Incels menyoroti komunitas incel di Inggris, memperlihatkan bagaimana ideologi ini berkembang dan memengaruhi pengikutnya. Serial National Treasure mengeksplorasi skandal pelecehan seksual oleh seorang komedian ternama, menawarkan drama psikologis yang menggugah. Sementara itu, Defending Jacob menyajikan kisah serupa dengan Adolescence, di mana seorang remaja dituduh melakukan pembunuhan, membuat orang tuanya mempertanyakan seberapa baik mereka mengenal anaknya.

Film Boiling Point, yang juga melibatkan Stephen Graham, menawarkan ketegangan melalui narasi satu pengambilan gambar, menggambarkan tekanan di balik dapur restoran elit. Bagi yang menyukai dinamika interogasi mendalam, Criminal: United Kingdom menyajikan drama penuh ketegangan dengan latar utama ruang interogasi, menghadirkan akting memukau dari beberapa aktor ternama Inggris.

Dylan Efron Open to Acting in “Fourth Wing” TV Series

Dylan Efron, yang dikenal lewat penampilannya di The Traitors, mengungkapkan bahwa dia akan sangat senang untuk bergabung dengan adaptasi serial TV Fourth Wing yang akan datang jika produser menghubunginya. Adik dari aktor Zac Efron ini menyatakan antusiasmenya tentang kesempatan tersebut dalam wawancara eksklusif di acara Clarins’ ICONS. Ketika ditanya tentang karakter yang ingin ia perankan, Dylan dengan bercanda mengatakan, “Pokoknya siapa saja kecuali Dain,” yang merujuk pada salah satu karakter dalam serial tersebut. Fourth Wing diadaptasi dari novel populer karya Rebecca Yarros, yang mengikuti perjalanan Violet Sorrengail yang berusaha menjadi penunggang naga di Basgiath War College. Dain Aetos, yang disebut Dylan, adalah teman masa kecil Violet yang kemudian terlibat dalam konflik romantis dalam cerita.

Antusiasme Dylan terhadap serial Fourth Wing bukan hal baru. Sebelumnya, ia membagikan kecintaannya pada novel tersebut di TikTok, dengan mengunggah video dirinya berlari di luar ruangan sambil mendengarkan audiobook-nya. Para penggemar pun menunjukkan minat besar untuk melihat Dylan bergabung dengan adaptasi serial ini, dengan banyak yang menyatakan dukungan mereka di media sosial. Beberapa bahkan menyarankan peran untuknya, dengan seorang penggemar bercanda mengatakan bahwa mereka ingin melihatnya berperan sebagai Dain. Partisipasi Dylan dalam The Traitors sudah membuatnya memiliki banyak penggemar, berkat kepribadiannya yang menyenangkan. Dia juga terbuka untuk kesempatan di acara TV realitas di masa depan, dengan menyatakan bahwa dia tertarik untuk menjelajahi pengalaman baru. Meskipun saat ini ia menikmati kesuksesannya di The Traitors, Dylan tetap terbuka untuk petualangan baru, bahkan mungkin bergabung dengan acara seperti Dancing With the Stars atau Survivor di masa depan.

Netflix Tambahkan Komedi Jenius yang Dijuluki ‘Serial TV Terhebat Sepanjang Masa’

Netflix baru saja menambahkan Stath Lets Flats, serial komedi yang dianggap sebagai salah satu yang terbaik sepanjang masa, ke dalam koleksinya mulai 22 Maret. Sitkom ini awalnya tayang di Channel 4 antara 2018 hingga 2021 dan kini bisa dinikmati oleh pelanggan Netflix. Bagi yang tidak berlangganan, serial ini tetap tersedia secara gratis di platform Channel 4, sementara dua musim pertamanya juga baru saja hadir di Disney+. Serial ini mengisahkan Stath, seorang pria dengan kepribadian unik dan keterampilan yang meragukan, yang berusaha membuktikan dirinya sebagai penerus bisnis penyewaan apartemen milik ayahnya di pasar properti London yang tidak stabil.

Jamie Demetriou, yang menciptakan dan membintangi serial ini sebagai Stath, pertama kali memperkenalkan karakternya dalam segmen Comedy Blaps di Channel 4 pada 2013. Ia menulis serial ini bersama Robert Popper, yang juga dikenal karena karyanya di South Park, Friday Night Dinner, dan Peep Show. Demetriou juga beradu akting dengan saudara perempuannya di dunia nyata, Natasia Demetriou, yang terkenal lewat What We Do In The Shadows. Pemeran lainnya termasuk Katy Wix, Kiell Smith-Bynoe, dan Al Roberts.

Serial ini mendapat pujian luar biasa, dengan musim pertamanya meraih skor sempurna 100% di Rotten Tomatoes dan keseluruhan seri mendapatkan rating 90%. Para penggemar menyebutnya sebagai mahakarya komedi yang unik dan penuh kejutan. Seorang penonton bahkan menyebutnya sebagai “serial TV terhebat sepanjang masa” dan mengaku telah menontonnya sebanyak sebelas kali. Banyak yang menyebut bahwa gaya penulisan dan akting Demetriou sangat brilian, dengan beberapa mengaku harus menjeda tayangan hanya untuk tertawa. Dengan humor khas Inggris yang aneh dan jalan cerita yang tidak terduga, Stath Lets Flats kini semakin mudah diakses oleh penonton baru melalui Netflix.

Masa Depan Drama Mesir: Sensor Ketat dan Kontrol Pemerintah

Industri film dan televisi di Mesir diperkirakan akan menghadapi pembatasan lebih ketat setelah Presiden Abdel Fattah Al-Sisi mengkritik tayangan Ramadan tahun ini karena dinilai memberikan gambaran negatif tentang masyarakat Mesir. Menanggapi pernyataan tersebut, Perdana Menteri Mostafa Madbouly mengumumkan pembentukan komite yang akan mengawasi produksi drama agar sejalan dengan visi presiden.

Dalam acara buka puasa tahunan militer pada Senin lalu, Al-Sisi mengecam penggunaan humor yang dianggap tidak sopan serta penggambaran kekerasan di televisi Mesir, yang menurutnya tidak mencerminkan nilai-nilai budaya setempat. Meski tidak menyebutkan judul tertentu, ia menyoroti Qatayef—program YouTube bertema pengembangan diri dan isu keagamaan—sebagai contoh ideal untuk produksi masa depan.

Beberapa serial tahun ini menuai kontroversi. Lembaga Al Azhar bahkan mengeluarkan fatwa yang melarang tayangan Muawiya, produksi jaringan MBC dari Arab Saudi, karena dianggap menampilkan tokoh sahabat Nabi secara tidak pantas. Sementara itu, Ish Ish, drama tentang seorang penari perut yang berjuang menghadapi tekanan hidup, mendapat kecaman dan seruan boikot sebelum tayang. Kehebohan ini memuncak ketika sutradara Ish Ish, Mohamed Sami, mengumumkan pengunduran dirinya dari industri dan kepergiannya dari Mesir.

Keputusan untuk mengontrol lebih ketat dunia hiburan menambah daftar panjang sensor di negara yang sudah memiliki regulasi media paling ketat di dunia. Industri pertelevisian di Mesir sendiri berada di bawah kendali intelijen negara melalui konglomerat media United Media Services, yang menguasai sebagian besar saluran berita dan produksi drama.

Sebagai tindak lanjut, Ketua Otoritas Media Nasional, Ahmed Al-Moslemany, mengungkapkan bahwa konvensi bertajuk Masa Depan Drama di Mesir akan digelar pada April. Acara ini akan membahas cara menekan gelombang kekerasan, kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, konflik sosial, bahasa kasar, serta perilaku menyimpang yang dianggap merusak nilai-nilai keluarga. Tokoh industri, psikolog, sosiolog, serta pakar politik dan ekonomi akan diundang untuk berpartisipasi.

Selain itu, Dewan Tertinggi Regulasi Media juga tengah menyusun laporan terkait konten yang ditayangkan di kanal Mesir dan Saudi. Sumber dari United Media Services menyebutkan bahwa perusahaan tersebut kini lebih berhati-hati dalam memproduksi konten agar tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah.

Live-Action Snow White Siap Hadir dengan Kisah yang Lebih Segar dan Berani

Film live-action Snow White siap memanjakan para penggemar Disney di layar lebar Indonesia dengan tampilan yang lebih modern dan memukau. Disutradarai oleh Marc Webb, film ini merupakan adaptasi dari animasi klasik Snow White and the Seven Dwarfs (1937) karya David Hand, yang menjadi salah satu film animasi pertama dalam sejarah perfilman. Tidak hanya menghadirkan kembali kisah legendarisnya, versi terbaru ini juga diperkaya dengan sentuhan musikal dari Benj Pasek dan Justin Paul, yang sebelumnya sukses menciptakan lagu-lagu dalam The Greatest Showman dan La La Land. Kehadiran musik baru ini akan memberikan pengalaman yang lebih emosional dan menyentuh bagi para penonton.

Film ini kembali mengangkat kisah Putri Salju, seorang putri yang memiliki kecantikan luar biasa hingga membuat Ratu Jahat iri dan berambisi menyingkirkannya. Tak ingin nasibnya berakhir tragis, Putri Salju melarikan diri ke dalam hutan, tempat ia bertemu dengan tujuh kurcaci yang baik hati. Para kurcaci ini tidak hanya memberinya perlindungan tetapi juga menjadi sahabat sejati dalam perjalanan hidupnya. Namun, ancaman dari Ratu Jahat terus menghantui, karena ia menggunakan segala cara untuk memastikan Putri Salju tidak akan kembali merebut tahtanya. Dengan sihir hitamnya, Ratu Jahat menyusun rencana licik untuk menyingkirkan sang putri selamanya.

Berbeda dari versi animasi klasiknya, film live-action Snow White menghadirkan Putri Salju dengan karakter yang lebih berani dan mandiri. Jika dalam versi asli ia lebih banyak bergantung pada orang lain, kali ini Putri Salju digambarkan sebagai sosok yang lebih kuat, memiliki tekad untuk menentukan nasibnya sendiri, dan berjuang untuk mendapatkan keadilan. Tema tentang kekuatan perempuan dan perjuangan melawan kejahatan menjadi pesan utama yang ingin disampaikan dalam film ini, menjadikannya lebih relevan bagi penonton masa kini.

Selain alur cerita yang lebih kaya, film ini juga menampilkan visual spektakuler dengan efek CGI yang memukau, membawa dunia dongeng Snow White ke dalam realitas yang lebih hidup. Detail kostum dan latar yang megah semakin memperkuat nuansa magis khas Disney. Dengan elemen musikal yang lebih dinamis, drama yang lebih mendalam, serta pengembangan karakter yang lebih kompleks, Snow White siap menghadirkan pengalaman sinematik yang lebih imersif.

Film Snow White dijadwalkan tayang di bioskop Indonesia pada 19 Maret 2025. Dengan kombinasi elemen klasik dan modern, film ini diharapkan bisa menghadirkan keajaiban baru yang akan dikenang oleh generasi masa kini. Apakah film ini akan membawa kisah Putri Salju ke tingkat yang lebih epik? Para penggemar Disney tentu tidak ingin melewatkan kesempatan untuk menyaksikan petualangan magis ini di layar lebar.

Siulan yang Menghantui: ‘Singsot: Siulan Kematian’ Hadir dengan Teror Mencekam

Film horor Indonesia Singsot: Siulan Kematian yang dirilis pada 2025 mengangkat mitos Jawa yang melarang bersiul di malam hari, terutama saat maghrib. Kisahnya berfokus pada Ipung, seorang anak yang tinggal bersama kakek dan neneknya di sebuah desa terpencil di Jawa. Meskipun keluarganya sangat percaya pada mitos ini, Ipung yang penuh rasa penasaran nekat melanggar larangan tersebut. Akibatnya, ia mulai dihantui oleh berbagai teror mengerikan, termasuk mimpi buruk dan bisikan yang tak henti-hentinya mengikutinya.

Film ini merupakan adaptasi dari film pendek berjudul sama yang sukses meraih penghargaan di Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2016. Disutradarai oleh Wahyu Agung Prasetyo, Singsot: Siulan Kematian menghadirkan para pemain berbakat seperti Ardhana Jovin yang memerankan Ipung, Landung Simatupang sebagai Kakek, dan Sri Isworowati sebagai Nenek. Dengan atmosfer horor yang mendalam, film ini menawarkan pengalaman menegangkan yang menggugah emosi penonton.

Cerita pun semakin mencekam ketika Ipung harus menghadapi pilihan hidup atau mati, berusaha menghindari kutukan yang menuntutnya berpindah raga dengan mereka yang telah melanggar pamali yang sama. Lokasi syuting yang mendukung suasana mistis semakin memperkuat atmosfer horor yang tercipta. Singsot: Siulan Kematian dirilis pada 13 Maret 2025 dan siap memberikan pengalaman berbeda bagi penggemar film horor, dengan elemen budaya Jawa yang kental dan cerita yang sarat makna.