Ulasan Film: The Last Supper – Pendekatan Baru dalam Kisah Perjamuan Terakhir

The Last Supper menyajikan cerita yang lebih sederhana dibandingkan dengan film-film Alkitab lainnya seperti The Passion of the Christ. Perbedaan utama terletak pada sudut pandang para murid selama hari-hari terakhir Yesus. Disutradarai oleh Mauro Borelli, film ini lebih banyak menyoroti perspektif Petrus (James Oliver Wheatley) dan Yudas Iskariot (Robert Knepper).

Alih-alih fokus pada momen-momen Yesus (Jamie Ward) sebelum disalibkan, film ini lebih menggali perasaan dan perdebatan batin para murid. Petrus berperan sebagai narator, menggali motif di balik pengkhianatan Yudas terhadap Yesus. Yudas digambarkan sebagai sosok yang dilanda kebimbangan, terjerat dalam dilema antara setia kepada Yesus atau mengikuti tawaran Imam Besar Kayafas (James Faulkner) untuk membantu membunuh-Nya, dengan imbalan uang.

Film ini juga menampilkan Setan (Ahmed Hammoud), yang memanifestasikan dirinya sebagai ular, merayu Yudas untuk membuat keputusan yang salah. Suasana seperti film horor ringan ini menambah kedalaman emosi dan konflik dalam cerita. Kebimbangan Yudas juga mempengaruhi Petrus, yang berusaha melindungi Yesus setelah mengetahui bahwa Gurunya sedang diawasi oleh Kayafas.

Kehadiran Yohanes (Charlie MacGechan) yang ceria menjadi penyeimbang ketegangan antara Petrus dan Yudas. The Last Supper memanfaatkan Perjamuan Terakhir sebagai latar utama cerita, di mana penonton diperlihatkan dua kisah yang berjalan bersamaan. Sementara Yesus mengadakan perjamuan dengan murid-murid-Nya, di bawah, keluarga lain merayakan Paskah Yahudi dengan tradisi mereka sendiri.

Dengan pendekatan sederhana, film ini menghubungkan Perjamuan Terakhir dan Kebangkitan Yesus secara efektif, meski penderitaan-Nya hanya digambarkan melalui kilas balik singkat. The Last Supper tidak memperlihatkan penyaliban secara rinci, meskipun ada beberapa adegan Yesus dicambuk. Selain itu, film ini juga menyertakan detail kematian Yudas Iskariot melalui bunuh diri.

Namun, meskipun film ini mengisahkan dengan baik karakter Petrus dan Yudas, para murid lain tampak lebih sebagai pelengkap tanpa banyak peran atau dialog berarti. Bahkan, Pontius Pilatus, yang seharusnya memimpin pengadilan Yesus, tidak ditampilkan dalam film.

Dengan durasi 1 jam 54 menit, meskipun memiliki visual yang kuat, film ini terasa lambat dan kurang emosional. Karakter Yesus yang diperankan oleh Jamie Ward tidak memberikan kesan yang mendalam, karena perhatian lebih tertuju pada Petrus dan Yudas. Penampilan Wheatley sebagai Petrus dan Knepper sebagai Yudas, dengan konflik batin yang kuat, menjadi daya tarik utama dalam film ini.

Secara keseluruhan, meski memiliki nilai artistik dalam visual dan interpretasi cerita, The Last Supper memiliki kekurangan dalam aspek penceritaan dan pengembangan karakter yang lebih luas. Film ini bisa menjadi pilihan tontonan Prapaskah bagi mereka yang ingin menghindari adegan kekerasan atau penyiksaan dalam kisah Yesus.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *