Setelah 50 Tahun Hilang, Burung Prasejarah yang Dinyatakan Punah Ditemukan Berkat Jejak Kaki

https://hqclix.net

Burung takahe, yang dikenal dengan penampilannya yang mencolok dan tak bisa terbang, sempat menghilang dari muka bumi pada akhir abad ke-19. Takahe (Porphyrio hochstetteri), burung endemik Selandia Baru, berwarna biru-hijau dan memiliki tubuh besar, dulunya dianggap telah punah pada tahun 1898. Selama bertahun-tahun, para ilmuwan percaya bahwa spesies ini tidak akan pernah ditemukan lagi. Namun, keajaiban terjadi pada 1948, ketika burung yang sempat hilang itu ditemukan kembali di pegunungan terpencil Selandia Baru.

Pada awalnya, takahe memang mengalami penurunan populasi drastis akibat kedatangan predator dari Eropa seperti cerpelai, kucing, musang, dan tikus. Populasi burung ini yang sudah menurun, akhirnya benar-benar musnah, atau setidaknya begitu yang diyakini oleh para ahli biologi. Namun, sebuah penemuan mengejutkan terjadi di dekat Danau Te Anau pada 1948, yang dimulai dengan suara misterius dan jejak kaki tak dikenal. Geoffrey Orbell, seorang dokter medis yang juga memiliki ketertarikan terhadap sejarah alam, mulai menyelidiki petunjuk-petunjuk ini. Dengan tim kecil yang terdiri dari para peneliti, Orbell melancarkan ekspedisi menuju Pegunungan Murchison yang terjal dan sulit dijangkau.

Setelah melewati perjalanan yang penuh tantangan dan rintangan, mereka akhirnya menemui seekor burung besar dengan tubuh kekar, bulu cerah berwarna biru-hijau, dan paruh merah yang mencolok. Itulah moment penting ketika burung takahe, yang sudah lama dianggap punah, kembali ditemukan. Keberadaan burung ini yang muncul kembali setelah hampir lima dekade hilang menjadi berita utama di seluruh dunia, sekaligus memberi harapan baru bagi para konservasionis di Selandia Baru.

Paska penemuan tersebut, upaya untuk melestarikan takahe segera dilakukan. Program konservasi yang dipelopori oleh New Zealand Wildlife Service (yang kini dikenal sebagai Departemen Konservasi Selandia Baru atau DOC) fokus pada pengendalian predator, pemulihan habitat alami, serta pemantauan ketat terhadap jumlah populasi yang tersisa. Dalam upaya ini, beberapa burung takahe dipindahkan ke pulau-pulau bebas predator, seperti Pulau Tiritiri Matangi dan Pulau Kapiti, untuk meningkatkan peluang kelangsungan hidup mereka.

Keberhasilan program konservasi ini terbukti dengan meningkatnya populasi takahe. Dari hanya beberapa ekor yang ditemukan pada 1948, kini jumlahnya telah berkembang menjadi sekitar 500 individu, menurut laporan dari The Guardian pada 2023. Meskipun jumlahnya masih terbilang kecil, keberhasilan ini menunjukkan kemajuan yang luar biasa dalam upaya pemulihan spesies yang pernah hampir punah. Takahe kini menjadi simbol keberhasilan konservasi dan ketekunan dalam melestarikan keanekaragaman hayati yang unik.

Saat ini, takahe berada dalam kategori “terancam” dalam Daftar Merah IUCN (International Union for Conservation of Nature). Meskipun statusnya masih memerlukan perhatian, upaya-upaya yang dilakukan untuk menjaga habitat dan melindungi burung ini menunjukkan bahwa spesies ini memiliki peluang untuk bertahan hidup lebih lama. Takahe tidak hanya menjadi simbol alam yang luar biasa, tetapi juga mengingatkan kita akan pentingnya upaya konservasi untuk menjaga keseimbangan ekosistem dunia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *